Mohon tunggu...
Belfa Yulita Nur Asifah
Belfa Yulita Nur Asifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

NIM: 43122010161 Fakultas: Ekonomi dan Bisnis Program Studi: Manajemen Dosen Pengampu: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kasus Meikarta dalam Sudut Pandang Etika Bisnis

28 Mei 2023   17:25 Diperbarui: 28 Mei 2023   17:25 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Meikarta adalah proyek nyata. Maka dari itu, pembangunan bisa berjalan sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri prosedur hukumnya. Negara harus hadir untuk melindungi hak-hak sipil pelanggan yang telah menyelesaikan transaksi pembelian jika proyek ini dihentikan karena perizinan yang tidak memadai atau masalah lainnya.

            Dikatakan bahwa untuk membuat sesuatu harus memenuhi persyaratan tertentu, salah satunya adalah mendapatkan izin berupa izin konstruksi, iklan, atau izin lokasi. Apakah ini bukan pelanggaran jika izin belum selesai? Karena Grup Lippo menjual sesuatu kepada pelanggan sementara tidak memenuhi semua persyaratan, apa yang dilakukannya untuk membangun Meikarta bisa dianggap kriminal.  Sebuah perusahaan seharusnya juga memiliki izin yang diperlukan jika perusahaan tersebut akan menjual proyek Meikarta di berbagai media.

            Proyek Meikarta harus terlebih dahulu mendapatkan izin konstruksi resmi dari pemerintah untuk melanjutkan pembangunan. Agar pelanggaran dalam kasus ini dihukum dengan hukuman yang paling berat, sehingga diharapkan tidak akan ada kasus suap miliaran rupiah dalam proyek-proyek pembangunan di masa depan.

            Konsumen yang telah membayar uang untuk membeli rumah susun di rumah Meikarta tidak akan merasa dirugikan. Dan saat memasang iklan, itu juga harus sesuai dengan apa yang ditawarkan, bukan hanya untuk menarik konsumen dan menyimpang dari apa yang biasanya diberikan kepada mereka. Konsumen harus merasakan hasil yang sepadan dari uang yang mereka keluarkan untuk proyek ini. Sebaiknya praktik ini dihentikan karena, jika berlangsung tanpa izin yang jelas, Grup Lippo dapat menghadapi konsekuensi hukum.

            Tetapi, seharusnya sebagai calon konsumen sangat penting untuk meneliti klien potensial untuk mempelajari tentang kinerja masa lalu pengembang. Calon konsumen harus mempertimbangkan legalitas akomodasi yang akan diperoleh agar tidak terjadi permasalahan seperti penyegelan oleh pihak lawan, penolakan oleh lembaga kredit, dan permasalahan lainnya. Pelanggan harus menanyakan siapa pemilik tanah yang akan dibangun perumahan, serta Izin Mendirikan Bangunan (IMB)/PBG, Sertifikat Hak Milik (SHM), dan lain sebagainya. Konsumen juga harus mengecek ulang kondisi fisik properti sebelum melakukan pembelian. Ini agar pengembang baru dapat menjual proyeknya jika lebih dari 30% struktur telah dibangun. Selain itu, bank hanya diizinkan untuk menawarkan pinjaman kredit kepada konsumen setelah proyek selesai 30%.

            Akibat kasus Meikarta, OJK harus menegur bank yang telah menyetorkan uang KPA kepada nasabahnya atau, jika perlu, mengambil tindakan hukum terhadap mereka. Adanya keterlibatan BUMN, BUMD, dan bank-bank milik pemerintah daerah dalam memfasilitasi pinjaman untuk pembelian apartemen Meikarta menunjukkan bahwa prinsip kehati-hatian belum diterapkan pada potensi masalah di masa depan.

            Saatnya OJK meninjau kondisi dasar bank yang memberikan pinjaman apartemen Meikarta. Pertumbuhan proyek ini mungkin menantang mengingat keadaan banyak klien yang ditangani Grup Lippo dalam memperoleh izin hingga terjadi kasus. Kemungkinannya adalah bahwa rumah susun yang sedang dibangun mungkin tertunda selama bertahun-tahun meskipun tidak hilang.

            Jika hal itu terjadi, misalnya apabila proyek dihentikan, pembeli yang berjanji akan membeli unit pada tahun tertentu kembali menjadi korban. Mereka telah membayar sesuai kebutuhan, tetapi hak mereka atas sebuah apartemen tidak pernah diberikan meskipun mereka patuh. OJK harus mengambil tindakan segera untuk menghentikan bank dari kehilangan uang dengan hanya berpikir untuk memberikan kredit dalam jumlah besar sambil mengabaikan kekhawatiran di masa depan yang pada akhirnya dapat merugikan pelanggan.

            Di sini, tanggung jawab OJK adalah membuat pilihan berdasarkan informasi yang memenuhi rasa keadilan yang dirasakan oleh pelanggan, bank, dan pengembang Meikarta. Pasalnya, ratusan orang masih mengkhawatirkan kemungkinan pembangunan apartemen Meikarta saat ini.

            Maka dari itu, diperlukannya bentuk tanggung jawab dari pihak Meikarta bagi kejelasan unit apartemen konsumennya. Sebaiknya, berbagai persoalan terkait segera diselesaikan dan dibawa ke ranah hukum. Pemeriksaan publik dapat dilakukan untuk memeriksa dan menilai apakah aspek-aspek tersebut sesuai atau tidak. Jika masalah Meikarta tidak dibawa ke pengadilan, maka isu Meikarta justru akan menjadi perdebatan dalam perspektif hukum. (Prasakti, 2020)

CITASI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun