Menurut Monk dan Tewari (2008), stadium kanker serviks meliputi stadium 0 sampai IV. Pada stadium 0, terjadi karsinoma in situ, yaitu kanker yang masih terbatas pada lapisan epitel mulut rahim dan belum punya potensi menyebar ke tempat atau organ lain.Stadium I, karsinoma yang masih terbatas di serviks, belum mencapai uterus. Stadium I-A terbatas di serviks dan hanya dapat didiagnosis dengan mikroskop. Stadium I-B terbatas di serviks, secara klinis sudah terlihat lebih besar dari IA2. Stadium II, karsinoma yang masih terbatas di serviks belum mencapai uterus, atau mencapai 1/3 bagian bawah vagina. Pada stadium II-A menyebar melewati serviks, termasuk 2/3 atas vagina, tetapi tidak termasuk jaringan di sekitar uterus. Stadium II-B invasi ke parametrium. Stadium III, karsinoma yang sudah menyebar ke dinding pelvis atau melibatkan 1/3 bawah vagina atau menyebabkan kerusakan ginjal. Stadium III-A menyebar ke 1/3 bawah vagina, tetapi belum mencapai dinding pelvis. Stadium III-B menyebar ke dinding pelvis, hidronefrosis atau ginjal yang tidak berfungsi. Stadium IV, kanker sudah menyebar. Stadium IV-A menyebar sampai melibatkan mukosa kandung kemih dan rektum. Stadium IV-B menyebar ke organ yang jauh, misalnya ginjal, tulang, paru-paru.
Gambar 1. Stadium perkembangan kanker serviks pada tubuh wanita (Monk and Teawari, 2008).
B. Metode Pemeriksaan Kanker Serviks
Beberapa metode pemeriksaan kanker leher rahim selain Tes Pap telah dikenal, antara lain kolposkopi, servikologi, Pap Net (dengan komputerisasi), Tes molekul DNA- HPV, juga metode skrining yang lebih sederhana, yaitu inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) dan inspeksi visual dengan asam asetat dan pembesaran gineskopi (IVAB). Dua metode yang familiar digunakan untuk deteksi kanker serviks adalah pap smeardan uji HPV. Pap smear (juga dikenal sebagai tes Pap) adalah suatu tindakan medis yang mana mengambil sampel sel dari serviks (leher rahim) seorang wanita (serviks merupakan bagian ujung dari uterus yang masuk ke dalam vagina), kemudian dioleskan pada slide. Sel tersebut diperiksa dengan mikroskop untuk mencari lesi prakanker atau perubahan keganasan (Nuswantara, 2008).
 Tindakan pap smear sangat mudah, cepat dan tidak atau relatif kurang rasa nyerinya. Pemeriksaan ini spesifitas dan sensitifitasnya tidak terlalu tinggi, sehingga ada beberapa wanita berkembang menjadi kanker leher rahim meskipun secara teratur melakukan pemeriksaan test Pap. Sensitivitas dan Spesifisitas Tes Pap bervariasi dari 50-98% (Nuswantara,2008).
Tes HPV digunakan untuk mencari keberadaan DNA atau RNA dari tipe HPV risiko tinggi pada sel leher rahim. Tes-tes ini kadang-kadang dapat mendeteksi infeksi HPV sebelum kelainan sel yang jelas. Tes yang paling umum mendeteksi DNA dari tipe HPV risiko tinggi, tetapi tidak dapat mengidentifikasi jenis tertentu atau jenis yang hadir. Tes lain adalah spesifik untuk DNA dari HPV tipe 16 dan 18, dua jenis yang menyebabkan sebagian besar kanker terkait HPV. Tes ketiga dapat mendeteksi DNA dari beberapa tipe HPV risiko tinggi dan dapat menunjukkan apakah HPV-16 atau HPV-18 hadir. Sebuah tes keempat mendeteksi RNA dari tipe HPV risiko tinggi yang paling umum (Nuswantara,2008).
Kelebihan metode tes HPV dibandingkan pap smearadalah materi yang diuji adalah materi genetik virus penyebab kanker serviks sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat. Namun kelemahan uji HPV, pada wanita dengan hasil pap smearnegatif namun uji HPV positif, ada 2 kemungkinan yang terjadi. Pertama, kemungkinan wanita tersebut menderita tumor atau kanker serviks. Kedua, wanita tersebut terinfeksi HPV namun dapat hilang nantinya tanpa menimbulkan tumor maupun kanker. Walaupun begitu, sampai saat ini uji HPV merupakan metode yang paling akurat dalam diagnosis keberadaan kanker serviks.
C. Teknik Molekuler Uji DNA HPV
Karena akurasinya lebih baik dibandingkan metode analisis laboratorium lainnya, uji DNA HPV banyak dipilih di bidang kedokteran. Saat ini ada beberapa macam teknik pengujian DNA HPV dalam tubuh manusia. Uji DNA HPV dapat mengetahui golongan hr-HPV atau lr-HPV dengan menggunakan teknik HC II atau dengan metode PCR, uji DNA HPV juga dapat melihat genotipe HPV dengan metode DNA-HPV Micro Array System, Multiplex HPV Genotyping Kit, dan Linear Array HPVGenotyping Test.
1. Metode PCR dan Elektroforesis
PCR (Polymerase Chain Reaction)atau reaksi berantai polimerase adalah suatu metode enzimatis untuk memperbanyak secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu secara in vitro. PCR pertama kali dikembangkan oleh Kary Mullispada tahun 1985 seorang peneliti dari CETUS Corporation. PCR dapat melipat memperbanyak molekul DNA dan memisahkan gen-gen. Kelebihan metode ini adalah suhu yang dapat tinggi dan rendah dengan cepat selain itu PCR juga bekerja dengan komponen yang jumlahnya sedikit. Pada tahun 1990 Tingdan Manostelah mengembangkan suatu metode deteksi HPV dengan PCR. Metode tersebut dikembangkan dengan mengidentifikasi suatu daerah homologi di dalam genotipe HPV yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk mendesain primer untuk amplifikasi. Daerah homologi tersebut panjangnya 20-25 pasangan basa dan diketahui setelah dilakukan perbandingan urutan nukleotida HPV-6, HPV-11, HPV-16, HPV18, dan HPV-33 terutama pada daerah ORF E1 dan L1 (Yuwono, 2006).