Mirna melirik kaleng yang baru saja dibuka oleh tetangga sebelahnya. Bau amis langsung menyeruak, membuat beberapa ibu mundur dengan ekspresi aneh. Â
"Ini beneran aman dimakan, Bu Lilis?" tanya seorang ibu sambil menutup hidungnya. Â
Bu Tini, tentu saja, tak mau ketinggalan menyindir. "Wah, ini sih kaleng murah, ya? Kalau saya biasanya beli ikan impor yang lebih segar." Â
Mirna mendengus pelan, mencoba menahan diri agar tidak terpancing komentar Bu Tini. Tapi saat ia membuka kaleng miliknya, matanya langsung menyipit. Â
"Bu Lilis, kok ada yang beda, ya? Lihat deh, ikan di kaleng Bu Tini kayaknya lebih bagus," ujarnya dengan nada diplomatis. Â
Bu Tini langsung menoleh, tersenyum lebar. "Oh, ini premium, Bu Mirna. Mungkin ibu harus datang lebih pagi, biar kebagian yang bagus!" Â
Mirna, yang sudah lelah seharian mengurus dua anak dan menghadapi komentar pedas Bu Tini, akhirnya tidak tahan lagi. "Kalau ikan kaleng aja dibuat gengsi, memangnya ikan itu tahu ibu beli yang premium atau biasa?" Â
Beberapa ibu di sekitar tertawa kecil mendengar sindiran halus itu. Tapi tawa mereka langsung berubah menjadi gumaman aneh ketika salah satu ibu di pojok berkata, "Ih, kok ikan ini ada bau aneh, ya? Jangan-jangan expired?" Â
Kericuhan pun dimulai. Beberapa ibu mulai memeriksa tanggal kedaluwarsa, sementara yang lain sibuk mencium isi kaleng dengan berbagai ekspresi lucu---dari meringis, menutup hidung, hingga pura-pura batuk. Â
Di tengah kekacauan itu, Arka, yang mulai tenang, tiba-tiba meraih kaleng ikan di meja Mirna dan menjatuhkannya ke bajunya sendiri. Minyak ikan tumpah ke seluruh pakaian Mirna. Â
"Astaga, Arka! Sekarang aku benar-benar jadi maskot ikan kaleng!" serunya, setengah menangis, setengah tertawa. Â