Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta dan Mesin Cuci

18 Agustus 2024   00:23 Diperbarui: 18 Agustus 2024   00:43 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pin.it/5myrD1Cgt

Nisa mendesah. "Aku tahu, tapi aku juga ingin suaraku didengar. Kita ini tim, Man. Kita harus saling mendukung, bukan malah merasa harus menang."

Arman menatap Nisa dengan tatapan yang lebih lembut. "Aku juga ingin kita menjadi tim yang solid. Tapi, kadang aku lupa bagaimana caranya."

Hening sejenak menyelimuti ruangan. Nisa meraih tangan Arman dan menggenggamnya erat. "Aku tahu, Man. Kita berdua masih belajar."

Arman mengangguk, merasa tersentuh dengan kata-kata istrinya. "Jadi, bagaimana kalau kita cari jalan tengah? Kita bisa pilih mesin yang harganya pas di tengah-tengah antara front loading dan top loading."

Nisa tersenyum tipis. "Aku rasa itu bisa jadi solusi. Yang penting, kita sepakat."

Mereka akhirnya setuju untuk memilih mesin cuci yang bukan front loading atau top loading, tetapi jenis yang lain---mesin cuci kombinasi yang memiliki fitur unggulan dari kedua jenis tersebut. Ini mungkin bukan solusi ideal bagi masing-masing, tetapi mereka puas karena keputusan ini diambil bersama.

Satu bulan kemudian, Nisa duduk di sofa sambil memperhatikan mesin cuci baru mereka yang berputar di sudut ruangan. Arman duduk di sebelahnya, dengan senyum bangga di wajahnya.

"Kamu tahu, aku merasa kita berhasil melewati ujian pertama kita sebagai pasangan suami istri," kata Arman.

Nisa tertawa kecil. "Ya, sepertinya begitu. Tapi aku harus jujur, aku sebenarnya tidak terlalu peduli dengan jenis mesin cucinya. Aku hanya ingin melihat seberapa jauh kamu bisa bertahan dengan pendapatmu."

Arman menoleh, terkejut. "Tunggu, apa maksudmu?"

Nisa menatapnya sambil tersenyum nakal. "Aku cuma mau tahu sejauh mana kamu bisa berdebat untuk sesuatu yang, jujur saja, sebenarnya nggak terlalu penting."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun