Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jejak Cinta sang Kurator

8 Agustus 2024   09:00 Diperbarui: 8 Agustus 2024   09:05 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest.com/exhibitartgallery/

Desir angin sore mengiringi langkah seorang wanita tua memasuki gedung museum yang megah di jantung kota. Museum tua itu masih sama, namun waktu telah banyak mengubahnya. Beberapa sudut yang dulu dipenuhi koleksi berharga, kini tampak kosong dan usang.

Wanita tua itu, dengan rambut putih yang tersisir rapi dan tatapan penuh nostalgia, melangkah perlahan menyusuri lorong-lorong museum. Setiap sudut, setiap lukisan, dan setiap patung mengingatkannya pada masa lalunya yang penuh dengan kenangan.

"Terlalu lama tidak ke sini," gumamnya lirih, menyapa diri sendiri.

Ia berhenti di depan sebuah lukisan besar yang menggambarkan sebuah keluarga bangsawan. Lukisan itu tampak hidup dengan ekspresi yang begitu nyata. Wanita itu teringat akan masa mudanya ketika dia pertama kali bekerja di museum ini sebagai kurator muda yang penuh semangat.

"Nyai Ratna, sudah lama sekali ya?" terdengar suara dari belakang. Seorang pria muda, mungkin pegawai museum, menghampirinya dengan senyum ramah.

"Ya, sudah terlalu lama," jawab wanita tua itu, Ratna, sambil tersenyum.

"Apa yang membuat Nyai kembali ke sini?"

Ratna menatap lukisan di depannya dengan tatapan yang menerawang jauh. "Hanya ingin mengenang masa lalu. Dulu saya bekerja di sini. Museum ini adalah bagian besar dari hidup saya."

Pria muda itu mengangguk. "Mungkin Nyai bisa bercerita sedikit tentang masa-masa itu? Saya selalu suka mendengar cerita dari orang-orang yang pernah bekerja di sini."

Ratna menghela napas panjang. "Dulu, museum ini penuh dengan kehidupan. Setiap hari selalu ada penemuan baru, cerita baru. Tapi ada satu cerita yang selalu saya simpan sendiri."

Pria muda itu terlihat penasaran. "Cerita apa itu, Nyai?"

Ratna berjalan menuju sebuah ruang kecil di pojok museum, yang dulu adalah ruang kerjanya. "Ini adalah ruang di mana semuanya dimulai," katanya, sambil membuka pintu yang berderit.

Di dalam ruang itu, masih ada meja kayu tua dengan beberapa buku catatan yang sudah berdebu. Ratna duduk di kursi kayu yang tampak rapuh. Pria muda itu mengikutinya dan duduk di kursi seberang.

"Dulu, ada seorang seniman muda bernama Rudi yang sangat berbakat. Dia sering datang ke sini untuk mencari inspirasi. Kami sering berbincang tentang seni, sejarah, dan masa depan. Dia adalah teman baik saya," mulai Ratna.

Pria muda itu mendengarkan dengan seksama.

"Suatu hari, Rudi menunjukkan sebuah lukisan kepada saya. Lukisan itu sangat indah, tapi ada sesuatu yang aneh. Rudi mengatakan bahwa dia merasa lukisan itu hidup. Dia merasakan adanya roh yang terperangkap di dalamnya. Tentu saja, saya tidak percaya padanya," lanjut Ratna, tatapannya semakin suram.

"Apa yang terjadi kemudian, Nyai?"

"Rudi menjadi semakin terobsesi dengan lukisan itu. Dia menghabiskan berhari-hari, bahkan berminggu-minggu di museum ini, mencoba memahami rahasia di balik lukisan tersebut. Sampai suatu hari, dia menghilang begitu saja. Tidak ada yang tahu ke mana dia pergi," kata Ratna dengan suara bergetar.

"Dan lukisan itu?" tanya pria muda itu.

Ratna mengarahkan pandangannya ke sebuah sudut ruangan, di mana sebuah lukisan besar tertutup kain putih. Pria muda itu berjalan ke arah lukisan tersebut dan membuka kainnya. Lukisan itu menggambarkan seorang wanita muda dengan ekspresi sedih, seolah-olah sedang menunggu sesuatu.

"Ini lukisan yang dimaksud?" tanyanya.

Ratna mengangguk pelan. "Ya, itu dia. Rudi bilang, wanita dalam lukisan itu adalah roh yang terperangkap dan menunggu seseorang untuk membebaskannya."

Pria muda itu mengamati lukisan tersebut dengan seksama. "Apa yang membuat Rudi begitu terobsesi dengan lukisan ini?"

Ratna menatap lukisan itu dengan tatapan penuh emosi. "Karena wanita dalam lukisan itu adalah saya."

Pria muda itu tersentak kaget. "Apa maksud Nyai?"

"Saat Rudi menghilang, saya menemukan buku catatan miliknya. Dia menulis bahwa untuk membebaskan roh dalam lukisan, dia harus menukarkan dirinya. Rudi mengorbankan dirinya untuk membebaskan saya dari kutukan lukisan tersebut," jelas Ratna dengan mata berkaca-kaca.

"Jadi, Rudi...?"

"Rudi terperangkap dalam lukisan itu. Dia menjadi bagian dari seni yang dia ciptakan. Setiap kali saya melihat lukisan ini, saya merasakan kehadirannya," kata Ratna dengan suara yang bergetar.

Pria muda itu terdiam sejenak, mencerna cerita yang baru saja didengarnya. "Ini luar biasa. Apakah Nyai tidak pernah mencoba untuk membebaskan Rudi?"

Ratna menggeleng pelan. "Saya sudah mencoba segalanya, tapi kutukan itu terlalu kuat. Hanya seniman yang menciptakan lukisan yang bisa membebaskannya, dan sekarang dia sudah menjadi bagian dari lukisan itu."

"Apakah ada yang bisa saya lakukan untuk membantu, Nyai?" tanya pria muda itu dengan tulus.

Ratna tersenyum lembut. "Hanya dengan menjaga museum ini dan merawat lukisan-lukisan di dalamnya, kamu sudah banyak membantu. Ingatlah cerita ini dan bagikan kepada orang lain. Mungkin suatu hari, akan ada seseorang yang bisa memecahkan rahasia ini."

Pria muda itu mengangguk dengan penuh semangat. "Saya akan melakukan yang terbaik, Nyai."

Ratna berdiri dan menatap lukisan itu sekali lagi. "Terima kasih. Rudi, aku akan selalu mengenangmu." Dengan langkah yang berat, Ratna meninggalkan ruang itu, meninggalkan pria muda itu dengan banyak pertanyaan di benaknya.

Di luar museum, matahari mulai terbenam, mewarnai langit dengan jingga keemasan. Ratna berhenti sejenak dan menatap langit. "Aku akan selalu merindukanmu, Rudi," bisiknya pelan, sebelum melanjutkan perjalanannya meninggalkan museum yang penuh dengan kenangan dan rahasia besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun