"Putriku dimana kamu, Nak?" tangis Alina panik.
 Mata yang penuh cinta itu kini nanar dan berkata-kaca.
"Tenangkan dirimu, Alin. Kita pasti menemukan Ulin," kata lelaki di sebelahnya itu menenangkan.
Rahman tadi baru sebentar pergi untuk membeli makanan dan minuman ringan. Tidak tau jika Ulin pergi dan main sendirian.
Sama halnya Alina,  Rahman bukan juga ayah kandung Ulin, sedangkan  ikatan kasih sayang pada Ulin terlahir karena ikatan kenangan masa lalu.Â
Masa lalu cinta Rahman yang masih menunggu Alina menerima cintanya. Hingga kini, hanya  persahabatan mereka lah yang terbaik.
"Jika sampai terjadi sesuatu dengan Ulin, aku tidak akan memaafkan diriku, Man."
"Aku juga sayang sama  Ulin, kamu juga tau ia seperti putriku sendiri."Â
Bagaimanapun, Rico ayah kandung Ulin tetaplah sahabat terbaiknya.
Alina dan Rahman terus mencari kesana-kemari menyusuri bibir pantai mencari Ulin dengan membawa kecemasan dan ketakutan.
"Kenapa aku begitu bodoh membiarkannya bermain sendirian?" sesalnnya dengan tangisan kepedihan.
 Sesuatu menggumpal memenuhi dalam dada kemudian seolah ada tali melilit mengikat semakin kuat membuat Alina sesak bernafas.Â