Sesampainya di sana ternyata sudah banyak calon mahasiswa yang sedang melakukan pendaftaran ulang. Aku dan Bapak ikut mengantri ambil bagian. Setelah sampai giliranku, bagian administrasi daftar ulang mengecek kembali persyaratan yang telah kubawa. Persyaratan sudah lengkap, tetapi aku diharuskan membayar daftar ulang sebesar lima juta Rupiah.
Kontan!
Padahal Bapak hanya membawa uang satu juta Rupiah saja dan hanya itu uang yang dimilikinya. Bapak pun melobi kepada bagian administrasi. Meminta keringanan dengan cara mencicil pembayaran.
Namun, permintaan Bapak tidak dapat dipenuhi. Bagian administrasi hanya memberikan perpanjangan waktu pembayaran daftar ulang. Aku merasa bingung dan sedih. Akhirnya Bapak mengajakku pulang ke rumah. Bapak mencoba untuk menghiburku di sepanjang perjalanan.
***
 "Bapak minta maaf sama kamu. Sepertinya kamu tidak jadi kuliah." Bapak memulai pembicaraan di ruang tamu malam itu.
"Bapak sudah bilang kalau membolehkan Rino kuliah dan Bapak juga yang telah meluluhkan hati ibu sehingga ibu juga mendukungku untuk kuliah. Sekarang kenapa Bapak malah bilang begitu?" Aku tidak terima dengan pernyataan Bapak.
"Bapak sudah berusaha mencari pinjaman untuk menalangi kekurangan biaya pendaftaran ulang, tetapi Bapak tidak berhasil mendapatkannya. Waktu tiga hari bukanlah waktu yang lama, Nak. Sekali lagi Bapak minta maaf." Raut muka Bapak memperlihatkan penyesalan yang mendalam.
"Bapak bohong. Katanya Bapak mau Rino kuliah. Sekarang kenapa jadi begini. Rino sudah bilang ke semua teman-teman kalau Rino akan kuliah. Rino sudah membangga-banggakan diri di depan mereka. Sekarang apa? Sekarang cuma malu yang tersisa! Mau ditaruh dimana muka Rino kalau ketemu mereka nanti!"
Aku membentak Bapak. Seorang Bapak yang sangat sabar dan jarang sekali marah padaku. Namun, kini aku telah memarahinya.
"Maafkan Bapak ya, Nak." Bapak tak kuasa menahan tangis. Aku tak peduli. Kekesalanku mengalahkan nalar sehatku. Aku pergi meninggalkan Bapak dan membanting pintu dengan keras.