Mohon tunggu...
Bayu Adi
Bayu Adi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Sosiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Cogito Ergo Sum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perubahan Peran Agama di Masyarakat dalam Aspek Politik Ditinjau dari Teori Modernisme

24 Juni 2021   07:00 Diperbarui: 24 Juni 2021   12:40 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sedangkan cara non-konstitusional merupakan cara yang kotor dan tidak resmi seperti sogokan, bingkisan, hadiah, ataupun hak suara. Lantas, terkait judul tulisan diatas, dimanakah posisi agama? Apakah itu merupakan cara konstitusional atau non-konstitusional sehingga memunculkan istilah baru selain “politik uang” yaitu “politik agama”

Indonesia memiliki masyarakat yang mayoritas beragama Islam. Dengan fakta ini, ada beberapa oknum tertentu yang secara tidak langsung memanfaatkan situasi yang ada di Indonesia untuk dijadikan suatu power baru dalam ajang persaingan politik nanti. Tentu, politik merupakan ajang kebebasan berpendapat bagi semua warga negara bahkan berkesempatan ikut andil dalam menyukseskan dan menentukan hasil keputusan politik nantinya. 

Ajang-ajang seperti Pemilu dan sebagainya merupakan wujud demokrasi yang diterapkan ke Indonesia, karena Indonesia memiliki keanekaragaman budaya, agama, masyarakat, suku, ras, dan etnis. Apakah dengan hal ini, bergabungnya agama merupakan hal yang salah? Atau dengan begitu, setiap negara yang memiliki mayoritas agama tertentu bisa menjadikan alat untuk mencapai kekuasaan dengan mudahnya nanti jika lawannya merupakan agama minoritas yang ada pada negara tersebut?

Modernisme

Modernisme merupakan gerakan pemikiran yang melibatkan Islam ke dalam persoalan politik khususnya yang ada di Indonesia. Walaupun Modernisme pada dasarnya merupakan pemikiran barat, tetapi implementasinya dalam Islam masih menyesuaikan dan menyocokkan nilai-nilai yang sesuai dengan Islam. Tetapi dalam tantangannya, modernisme dihadapkan oleh beberapa tantangan. 

Pertama, golongan konservatif yaitu golongan yang tidak menerima adanya suatu perubahan atau kemajuan. Kedua, golongan sekuler, yaitu menganggap bahwa adanya pemisahan antara agama dan negara. Ketiga,  golongan pengkritik seperti Fazlur Rahman dan Ahmad Wahib bahwasannya modernisme Islam sebagai boomerang bagi Islam itu sendiri. Modernisme Islam pada akhirnya melupakan nilai-nilai yang ada bahkan meninggalkan nilai yang terkandung dalam Islam dan sepenuh berorientasi dengan barat. 

Terlepas dari itu, menurut Hassan Hanafie bahwa tulang punggung modernisme terletak pada rasionalisme, kebebasan demokrasi, pencerahan dan humanisme. Rasionalisme didasarkan pada bahwasannya setiap individu memiliki pilihan yang seharusnya ia ambil dalam keadaan tertentu agar ia bisa survive. Kebebasan demokrasi didasarkan bahwa modernisme membuat hal-hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Dahulu, hanya para raja-raja yang bisa memutuskan suatu tanpa berkompromi dengan rakyatnya. Hal itu merupakan cara kuno. 

Di zaman modern seperti ini, hal tersebut harus diubah dengan disesuaikan dengan keadaan yang ada dan sampailah pada kebebasan demokrasi akibat pengaruh modernisme yang merambat ke suatu ideologi, sistem pemerintahan ataupun sistem sosial. Pencerahan menandakan bahwa pemikiran kuno-kuno mulai ditinggalkan dan digantikan dengan pemikiran modern yang maju, berpengetahuan dan rasional. Humanisme menunjukkan bahwa masyarakat terdiri dari berbagai macam suku, ras, etnis, agama yang menjadikan masyarakat tersebut plural.

 Semua hal tersebut sesuai dengan pernyataan oleh Muhammad Abduh tentang modernisme Islam, dimana Islam tidak mengenal kekuasaan atas dasar agama. Pertama, Islam tidak memberikan mandat kepada siapapun untuk menindak orang lain atas nama agama atau Tuhan. Kedua, Islam tidak membenarkan campur tangan penguasa dalam urusan agama, Ketiga, Islam tidak mengakui hak seseorang untuk memaksakan penafsirannya tentang agama. Jika disesuaikan, dengan agama-agama lain ataupun pada realita masyarakat yang ada, pembenaran atas agama tidak dibenarkan. Karena hal itu, bisa membuat konflik dan disfungsi agama sebagai peraturan yang menuntun manusia untuk berkehidupan sehari-hari berdasarkan pedoman kitab-kitab dari masing-masing agama.

Hubungan Agama, Politik dan Modernisme

 Modernisme membuat agama ikut serta dalam rangkaian politik yang terjadi, khususnya yang ada di Indonesia. Dalam tujuannya, Modernisme menginginkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial dan senantiasa bergerak ke arah yang lebih baik atau maju baik dalam hal pemikiran ke arah akal yang rasional dan logis, khususnya dalam politik. Tetapi, efek samping yang akhirnya membuat demokrasi di Indonesia menurut saya akhirnya tercederai dengan adanya politik agama yang terjadi pada Pilgub DKI Jakarta 2017 antara Basuki Tjahja Purnama dengan Anies Baswedan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun