Mohon tunggu...
Bay Bayu Firmansyah
Bay Bayu Firmansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Suka Ngomong Lewat Mulut dan Tulisan

Seorang mahasiswa magister Komunikasi yang gemar membaca buku dan menonton anime di waktu senggang. Menulis sebagai ajang pelampiasan atas keresahan yang dialami sehari-hari.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Berniat Gunakan Jasa Joki Skripsi? Tolong Pikirkan Kembali

5 Agustus 2024   16:58 Diperbarui: 6 Agustus 2024   04:53 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI Wisudawan | Image by Unsplash

Maraknya isu joki skripsi di media sosial telah membawa saya mengenang kembali masa-masa kuliah S1 dahulu. Suatu waktu di masa perkuliahan, saya yang kala itu sedang mencari pemasukan tambahan mendapat kesempatan untuk menjadi penjoki di salah satu perusahaan joki tugas kuliah terbesar di Indonesia. 

Melihat besarnya nominal komisi yang bisa diraih setiap bulan, menyadarkan saya betapa bisnis ini sangat menggiurkan di tengah permintaan pasar yang masif.

Belum genap dua bulan menjadi penjoki, saya mulai dirasuki rasa galau yang sulit terdefinisikan setiap kali menerima proyekan dari si bos. Saya sering kali menolak proyek joki dengan alasan sedang ada kesibukan lain. 

Penolakan terhadap proyek joki itu terjadi beberapa kali. Saya sendiri bingung, padahal niat masuk perusahaan ini untuk menambah uang saku, tapi entah kenapa saya malah menolak setiap proyek yang disodorkan.

Dengan tanpa pernah mengerjakan satu proyek pun, saya memutuskan untuk mundur dari perusahaan. 

Setelah saya renungkan kembali, alasan sebenarnya saya tidak pernah mau mengerjakan proyek joki skripsi karena selalu terbayang wajah orang tua dari si klien yang mengharapkan anaknya lulus dengan kejujuran dan usaha sendiri, sehingga mereka bisa dengan bangga memamerkan keberhasilan anaknya dalam meraih gelar sarjana kepada sanak saudara.

Sayangnya, pemahaman tentang pentingnya integritas dan kejujuran tidak dimiliki oleh setiap insan akademik. Keberadaan joki skripsi yang seyogianya menjadi hama dalam dunia pendidikan, malah kian dianggap sebagai pupuk yang bisa mempercepat proses terselesaikannya pendidikan seseorang. 

Terdapat argumentasi dari warganet yang melegitimasi penggunaan jasa joki skripsi. Beberapa di antaranya mengatakan bahwa joki skripsi tak ubahnya Google yang membantu kita dalam mencari sumber referensi. Warganet lain mengatakan bahwa joki skripsi mirip dengan asisten rumah tangga yang turut meringankan tanggung jawab kita.

Dilansir dari Tirto, Penelitian dari Universitas Airlangga mencoba untuk mencari tahu alasan mengapa mahasiswa menggunakan jasa skripsi. Beberapa alasannya, yaitu: tekanan akademik yang tinggi dan tugas yang menumpuk, terinspirasi dari teman-teman kuliah, dan kepercayaan diri bahwa mereka bisa menutupi hasil kecurangan dengan rapi.

Mengkhianati Kepercayaan Orangtua

Saya yakin bahwa mayoritas mahasiswa (termasuk saya dan kamu) di Indonesia masih mengandalkan orangtuanya sebagai donatur utama dalam urusan pendidikan. 

Orangtua mengorbankan seluruh sumber daya demi melihat sang anak memiliki penghidupan yang lebih baik di masa depan, derajat yang lebih tinggi, dan kebermanfaatan yang lebih luas di masyarakat.

Bayangkan, bila pengorbanan mereka selama bertahun-tahun ternyata hanya membentuk anaknya menjadi penipu ulung yang mengelabui semua orang dengan gelar palsunya. Betapa remuk hati mereka dalam menerima realita tersebut.

Jadi, untuk kamu yang mencoba menggunakan jasa joki skripsi, masih tegakah kamu menipu orang yang selama ini mengorbankan siang dan malamnya hanya untuk mengupayakan, agar kamu fokus belajar tanpa ikut-ikutan stres karena memikirkan uang UKT?

Paradigma yang Salah

Dalam suatu kesempatan, Filsuf dan akademisi Rocky Gerung pernah mengatakan bahwa ijazah adalah tanda orang pernah bersekolah, bukan tanda orang pernah berpikir. Pernyataan itu masih sangat relevan dengan kondisi saat ini, orang-orang berlomba untuk mengincar secarik kertas bernama Ijazah tanpa benar-benar tahu apa esensi dibaliknya. Ijazah dianggap tidak lebih dari persyaratan kerja yang harus terpenuhi sewaktu akan melamar pekerjaan atau menjadi CPNS.

Dengan paradigma yang sudah salah kaprah sejak awal, mereka tentu tidak keberatan untuk menghalalkan segala cara demi mempercepat proses wisuda, termasuk menggunakan jasa joki skripsi. Mereka lupa bahwa kualitas diri seperti kejujuran, kecerdasan, softskill dan hardskill merupakan barang yang lebih penting dari sekadar memperoleh selembar kertas.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa lulusan perguruan tinggi lebih susah mencari pekerjaan dibandingkan dengan orang yang menempuh pendidikan di bawahnya. Fakta ini seakan membisikkan kepada kita bahwa ternyata bangku kuliah hanya menjadi tempat sebagian orang untuk menunda waktu dalam menjadi pengangguran.

Setelah melihat fakta yang terang benderang ini, masih maukah kamu untuk mengorbankan waktu di kampus hanya demi mengejar selembar ijazah?

Budaya itu Bernama "Berbohong"

Kita sering kali mengutuk dan melemparkan caci maki kepada para pejabat yang kedapatan melakukan tindak pidana korupsi. Kita hanya melihat tindakan "mencuri" pada setiap perilaku korupsi yang mereka lakukan. Kita lupa (atau pura-pura lupa) bahwa ada tindakan lain yang mereka lakukan sebelum memutuskan untuk mencuri uang rakyat, yaitu tindakan "berbohong". Perilaku korupsi merupakan serangkaian kebohongan (seperti memalsukan anggaran proyek, dan menciptakan proyek fiktif) yang dirancang sedemikian rupa sehingga menghasilkan tindakan pencurian sebagai output-nya. 

Alangkah lucunya bila ternyata kebiasaan berbohong yang koruptor lakukan itu tidak jauh berbeda dengan para mahasiswa yang mendemonya di luar gedung pemerintahan. Para mahasiswa yang berani berbohong demi mengambil keutungan sendiri melalui jasa joki skripsi. 

Para mahasiswa yang rela membohongi orang-orang di sekitarnya dengan gelar palsu yang tersemat di belakang namanya. Para mahasiswa yang tidak segan untuk membohongi dirinya sendiri dan masih merasa bangga di kala wisuda tiba.

Untuk kamu yang berniat atau yang masih melanggengkan praktik joki skripsi, masih beranikah kamu menunjuk-nunjuk perilaku tercela orang lain di tengah budaya berbohongmu itu?

Terancam Pidana

Jika memang cara terbaik untuk menghentikan kamu dari niatan dan praktik penggunaan joki skripsi adalah melalui "cambukan", maka izinkan saya untuk memaparkan sanksi-sanksi yang akan didapat oleh orang-orang yang terlibat dalam penggunaan jasa joki skripsi.

Dilansir dari Kompas,  Ahli hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan bahwa penyedia jasa atau perusahaan jasa joki dapat dipidana. Menurutnya, para penyedia jasa joki bisa dijerat dengan Pasal 23 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pemalsuan Surat. 

Dalam pasal tersebut, pemalsuan yang dimaksud adalah keterangan yang dibuat seolah-olah dokumen tersebut asli dan tidak dipalsukan. Pelaku bisa diancam kurungan maksimal 6 tahun penjara.

Di sisi lain, pengguna jasa joki skripsi juga turut dapat dipidanakan. Para klien pengguna jasa joki akan dikenakan Undang-Undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdik) atau UU 20 Tahun 2003 Pasal 25 Ayat 2. Salah satu ancamannya berupa pencabutan gelar akademik yang selama ini telah diperjuangkan.

Epilog

Saya tahu dan saya merasakan sendiri bagaimana lelah, depresi dan stresnya mengerjakan tugas akhir bernama skripsi ini. Ia seperti puncak ujian hidup yang selama ini dirasakan di bangku kuliah. 

Awalnya saya optimis bisa menyelesaikan kuliah dalam kurun waktu 3,5 tahun. Namun setelah mengerjakan proyek skripsi ini di tahun keempat, saya bersyukur masih bisa waras.

Jika salah satu motivasi kuliah kamu adalah untuk mencari pekerjaan, maka percayalah, beban pekerjaan kelak rasanya beberapa kali lipat lebih sulit dari skripsi. Tidak akan ada dosen yang membantumu, tidak akan ada pula joki yang siap menggantikanmu. Jadi, nikmatilah setiap tahap pengerjaan skripsimu, bila lelah, pergi keluar dan carilah hiburan untuk meredakan stres itu.

Ingat, skripsi yang baik bukanlah skripsi yang ideal, tetapi skripsi yang terselesaikan. Pastikan bahwa kamu sendirilah yang menyelesaikannya. Karena sebagaimana ujian hidup lainnya, selalu ada hal baik di balik itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun