Saya yakin bahwa mayoritas mahasiswa (termasuk saya dan kamu) di Indonesia masih mengandalkan orangtuanya sebagai donatur utama dalam urusan pendidikan.Â
Orangtua mengorbankan seluruh sumber daya demi melihat sang anak memiliki penghidupan yang lebih baik di masa depan, derajat yang lebih tinggi, dan kebermanfaatan yang lebih luas di masyarakat.
Bayangkan, bila pengorbanan mereka selama bertahun-tahun ternyata hanya membentuk anaknya menjadi penipu ulung yang mengelabui semua orang dengan gelar palsunya. Betapa remuk hati mereka dalam menerima realita tersebut.
Jadi, untuk kamu yang mencoba menggunakan jasa joki skripsi, masih tegakah kamu menipu orang yang selama ini mengorbankan siang dan malamnya hanya untuk mengupayakan, agar kamu fokus belajar tanpa ikut-ikutan stres karena memikirkan uang UKT?
Paradigma yang Salah
Dalam suatu kesempatan, Filsuf dan akademisi Rocky Gerung pernah mengatakan bahwa ijazah adalah tanda orang pernah bersekolah, bukan tanda orang pernah berpikir. Pernyataan itu masih sangat relevan dengan kondisi saat ini, orang-orang berlomba untuk mengincar secarik kertas bernama Ijazah tanpa benar-benar tahu apa esensi dibaliknya. Ijazah dianggap tidak lebih dari persyaratan kerja yang harus terpenuhi sewaktu akan melamar pekerjaan atau menjadi CPNS.
Dengan paradigma yang sudah salah kaprah sejak awal, mereka tentu tidak keberatan untuk menghalalkan segala cara demi mempercepat proses wisuda, termasuk menggunakan jasa joki skripsi. Mereka lupa bahwa kualitas diri seperti kejujuran, kecerdasan, softskill dan hardskill merupakan barang yang lebih penting dari sekadar memperoleh selembar kertas.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa lulusan perguruan tinggi lebih susah mencari pekerjaan dibandingkan dengan orang yang menempuh pendidikan di bawahnya. Fakta ini seakan membisikkan kepada kita bahwa ternyata bangku kuliah hanya menjadi tempat sebagian orang untuk menunda waktu dalam menjadi pengangguran.
Setelah melihat fakta yang terang benderang ini, masih maukah kamu untuk mengorbankan waktu di kampus hanya demi mengejar selembar ijazah?
Budaya itu Bernama "Berbohong"
Kita sering kali mengutuk dan melemparkan caci maki kepada para pejabat yang kedapatan melakukan tindak pidana korupsi. Kita hanya melihat tindakan "mencuri" pada setiap perilaku korupsi yang mereka lakukan. Kita lupa (atau pura-pura lupa) bahwa ada tindakan lain yang mereka lakukan sebelum memutuskan untuk mencuri uang rakyat, yaitu tindakan "berbohong". Perilaku korupsi merupakan serangkaian kebohongan (seperti memalsukan anggaran proyek, dan menciptakan proyek fiktif) yang dirancang sedemikian rupa sehingga menghasilkan tindakan pencurian sebagai output-nya.Â