Sebagaimana Al-Qur'an pun pada ayat yang lain menggunakan istilah ekonomi, ketika hendak memotivasi manusia untuk melakukan sejumlah kebaikan, seperti: membaca Al Qur'an, mendirikan shalat dan berinfak di jalan Allah, bahwasannya prilaku baik semacam ini ketika dilakukan oleh seorang manusia, sejatinya manusia tersebut sedang melakukan sebuah perdagangan  yang tidak akan merugi dengan Tuhan-nya.[11]
 Membaca uraian di atas dapat dipahami bahwa dimensi ekonomi memperoleh posisi khusus dalam kerangka sosial Islam kerena Islam meyakini stabilitas individu dan kehidupan sosial bergantung pada kesejahteraan materi dan spiritual. Islam mendekati dua aspek inisecara integraldalam setiap tindakan dan kebutuhan manusia.[12]
 Hakikat Rizki
 Mengenai hakikat rezeki harus difahami berdasarkan realitas makna lafaz dan syara'nya, baik yang diambil berdasarkan pengertian bahasa maupun syara'. Lafadz ar-Rizq, dalam bahasa Arab berasal dari Razaqa-Yarzuqu-Rizq yang berarti: A'tha-Yu'thiI'tha' (pemberian). Jadi, secara etimologis ar-Rizq berarti pemberian. Adapun menurut terminologis/istilah,"rezeki adalah Apa saja yang bisa dikuasai (diperoleh) oleh makhluk, baik yang bisa dimanfaatkan atau tidak." Definisi "Apa saja yang bisa dikuasai (diperoleh)" meliputi semua bentuk rizki: halal & Haram, Positif & Negatif, Sehat & Sakit, Cerdas & Tidak cerdas, Cantik & Jelek, dan sebagainya. Semuanya merupakan rizki.[13]
 Dalam al-Qur'an, Allah SWT juga dinyatakan sebagai sebab bagi rezeki manusia.
Allah SWT. Berfirman yang artinya, "Dan di langit ada (sebab-sebab) rezeki kamu, juga apa saja yang telah dijanjikan kepada kalian. Maka, demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan."[14]Â
 Setiap makhluk yang diberikan kehidupan oleh Allah pasti telah Dia tetapkan rizkinya, sebagaimana yang dijelaskan olehAllah SWT yang artinya "Dan tidak ada satupun hewan melata di muka bumi ini, kecuali rizkinya telah ditetapkan oleh Allah. Dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh)".[15]
 Ayat ini secara tegas memaparkan, bahwa tidak satu pun makhluk yang diberi kehidupan oleh Allah, kemudian dibiarkan hidup tanpa jaminan rezeki dari-Nya.
 Rejeki Hak Prerogratif Allah
 Maka, ketika ada orang tua yang takut keturunannya lahir tanpa jaminan rizki, kemudian mereka membunuh keturunannya karena takut akan kelaparan, dengan tegas ketakutan tersebut dibantah oleh Allah. "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar."[16] Allah Juga berfirman "..., dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.[17] demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya)."[18]
 Melalui ayat ini, Allah SWT. ingin menjelaskan, bahwa: 1) sebab rezeki ini adalah Allah SWT dan 2) rezeki seorang hamba ada di tangan Allah sebagai ar-Razzq (Maha Pemberi Rizki),
 Dengan demikian, rezeki yang ada dalam diri seorang hamba pada hakikatnya merupakan anugerah Allah swt yang dianugerahkan kepadanya, dengan rezeki tersebut, Allah swt hendak mengujinya, apakah dia bersyukur kepada-Nya atau tidak bersyukur.  Manusia sangatlah tidak tahu diri, kalau ada dalam dirinya penolakan dan pembangkangan atas perintah Allah swt, bagaimana semestinya rezeki-Nya digunakan dan peruntukkan.