Tercatat pada masa itu ada sekitar 6.000 pelajar Indonesia di Australia.Â
 Dan hari demi hari terkadang kami, para perantau Indonesia harus 'sedikit bentrok' dengan rasisme atau sentimen terhadap Asia yang dianggap mengambil lapangan pekerjaan mereka yang asli Australia. Sampai-sampai harus merasakan dilempari akibat demo besar di luar konsulat oleh para pendukung kemerdekaan East Timor, atau yang sekarang dikenal dengan Timor Leste.
Orang East Timor, membenci kami. Ini sedikit tautan berita dari tahun 1986
Ancaman dari Macan Asia
The Smiling General adalah seorang negarawan yang ulung. Ahli strategi? Jelas.
Satu ketika halaman depan terpampang besar-besar ancaman Jenderal L.B Moerdani kepada Australia. Bahwa kalau Australia masih saja sulit menghargai kedaulatan Republik Indonesia, dalam waktu kurang dari 2x24 jam, Â maka Bendera Indonesia Merah Putih akan berkibar di sebagian Wilayah Australia, dan menjadi Provinsi ke 29,30 dan seterusnya.
Ini adalah sebuah ancaman serius yang datang dari sebuah negara tetangga. Persekusi dan intimidasi verbal pun dirasakan di ruang kelas. Wong Ndeso mana ngerti masalah hukum?
Demokrasi pun tak kenal, kokot bisu kok diajak debat, ya maleslah! Pukulan pun melayang ke mereka sampai ancaman dikeluarkan dari kampus dan dideportasi pun datang dari dekan.
Itu pun masih dilawan, kok. Kali ini dengan diplomasi. Bahwa dengan gamblang mengatakan ancaman diberhentikan dari kampus dengan tidak hormat dan deportasi tidak sedikitpun mengecilkan hati. Karena niat merantau untuk mencari ilmu dan belajar hidup, bukan untuk mendapatkan perlakuan persekusi atau rasialis di ruang kelas.
Dengan pertimbangan itu dan sedikit 'amaran halus' akhirnya bisa menyelesaikan pendidikan di kampus tersebut.