Edukasi, memang memegang satu peranan penting bagaimana masyarakat yang terdiri dari berbagai ras, golongan dan keyakinan dapat hidup bersama sama. Melihat anak anak kecil bermain bersama tanpa bullying rasial atau keyakinan, adalah satu buah pengharapan yang baik. Ini sebetulnya yang sejatinya seharusnya menjadi perhatian bersama yang lebih baik.
Pendidikan. Dan seperti rangkuman kisah baik maupun buruk , Kota Semarang sejatinya diuntungkan dengan berbagai tempaan mengenai toleransi dan peleburan multi etnis dan keyakinan, sangat logis untuk mengenalkannya sebagai bekal kuat pemahaman untuk generasi selanjutnya. Kearifan lokal disematkan didalam pembelajaran berbasis kurikulum yang mumetnya sering gonta ganti saat ini.
Yang antara masa bodoh lah atau wegah untuk urusan begituan. Yang merasa bahwa perbedaan itu justru sesuatu yang harus disikapi dengan menjaganya, bersama sama. Di Kota Semarang, apabila ada sebuah demonstrasi yang mengatas namakan satu kelompok atau golongan yang sifatnya ‘sedikit’ mengganggu keharmonisan yang sudah dijaga biasanya akan dapat sorakan atau tak jarang makian. Iki Semarang, dudu Jakarta !
Semarang, Kaline Banjir.
Banjir dan rob langganan Semarang yang jadi tagline ngenes “Semarang kaline banjir “ ini sejatinya bisa jadi sebuah pengingat akan sanad jelas Kota dan Warganya. Tak melupakan asal-usul, yang dibawa oleh arus air laut dengan tekad, doa dan pengorbanan untuk memberikan bentuk kehidupan yang menjadi semakin berwarna di Tanah Jawa.
Dengan segala makian atau bahkan doa-doa terbaik warga Kota Semarang akan banjir rob. Dalam musibah, dan juga senang.
Air yang mengalir dari berbagai tempat dan selalu menemukan caranya untuk pada akhirnya melebur dengan atau tanpa sekat.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H