Â
Dengan demikian, maka Jaksa harus mempertimbangkan secara benar atas perbuatan seseorang yang hendak mendapatkan hukuman pidana dengan melihat kebenaran secara materil bukan hanya melihat dari segi formilnya saja, karena tuntutan jaksa di dalam persidangan dapat mempengaruhi pertimbangan putusan hakim atas berat atau ringannya seseorang yang akan dijatuhi hukuman pidana.
Â
Apabila dalam tuntutan jaksa dinilai tidak seimbang dengan perbuatan pelaku tindak pidana, tentu pasti akan menuai pro dan kontra di dalam Masyarakat. Banyaknya pandangan negative yang terjadi dari Masyarakat terhadap jaksa sebagai penegak hukum dalam mewujudkan keadilan, meskipun dalam perspektif jaksa dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai penuntut umum di persidangan sudah sesuai dengan aturan. Akan tetapi kemerdekaan dan kemandirian jaksa dapat digunakan untuk melihat lebih mendalam suatu perkara dari sisi kebenaran materilnya, tidak hanya kebenaran formil atas pelaku tindak pidana yang diajukannya.
Â
Tidak terhenti pada peran jaksa sebagai penuntut umum, keadilan untuk Masyarakat masih terdapat harapan yang lebih besar yaitu dengan adanya tugas dan wewenang hakim sebagai penentu dalam persidangan yang memeriksa dan mengadili dan memutus setiap orang atau terdakwa sebagai pelaku tindak pidana yang telah diajukan oleh jaksa penuntut umum beserta dengan tuntutan hukumannya.
Â
Hakim dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi kekuasaan kehakiman wajib menjaga kemandirian peradilan melalui integritas kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara sebagaimana diatur di dalam Pasal 39 ayat (4) UU No. 48 Tahun 2009. Arti kebebasan dan kemandirian hakim adalah hakim dapat memutus suatu perkara berdasarkan keyakinannya yang tidak dapat diintervensi oleh siapapun termasuk oleh jaksa sebagai penuntut umum. Maka hakim yang dijuluki sebagai wakil tuhan di dunia merupakan harapan Masyarakat untuk dapat terwujudnya rasa keadilan di dalam persidangan.
Â
Selayaknya perumpamaan tuhan yang memiliki kekuasaan di dunia, hakim dapat menghukum seseorang yang telah melakukan perbuatan yang dilarang atau justru sebaliknya hakim dapat membebaskan seseorang dari segala hukuman yang harus diterima oleh seseorang. Ditangan kekuasaan hakim seseorang dapat memohon atas berat atau ringannya hukuman yang harus diterima akibat perbuatannya, maka dengan demikian hakim perlu menggali lebih mendalam pada setiap perkara yang diperiksa dan diadilinya dari berbagai aspek kehidupan, baik dari normatifnya hukum, sosiologis, filosofis, religi, emosional, dan finansial yang menjadi pertimbangan untuk membuka kebenaran formil dan kebenaran materil secara terang benderang sebelum memutuskan suatu perkara.
Â