Â
Wahbah Al-Zulaily dalam karyanya Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, dengan tegas membagi syarat nikah kepada syarat syar'iy dan syarat tautsiqy.[5] Syarat syar'iy adalah suatu syarat tentang keabsahan suatu peristiwa hukum tergantung kepadanya, yang dalam hal ini adalah rukun-rukun pernikahan dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Sedangkan syarat tawtsiqiy merupakan suatu yang dirumuskan untuk dijadikan sebagai bukti kebenaran terjadinya suatu tindakan sebagai upaya antisipasi adanya ketidak jelasan di kemudian hari. Syarat tawtsiqiy tidak berhubungan dengan syarat sahnya suatu perbuatan, tetapi sebagai bukti adanya perbuatan itu. Misalnya hadirnya dua orang saksi dalam setiap bentuk transaksi adalah merupakan syarat tawtsiqiy, kecuali kehadiran dua orang saksi itu dalam perikatan pernikahan adalah merupakan syarat syar'iy, karena merupakan unsur pembentuk prosesi pernikahan itu dan yang menentukan pula sah atau tidak sahnya suatu peristiwa pernikahan, disamping sebagai syarat tawtsiqiy.[6]
Â
Dalam Pandangan Islam Perkawinan (nikah) merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah SWT yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Syari'at Islam. Agar Perkawinan itu mempunyai nilai ibdah, maka perkawinan tersebut harus memenuhi unsur yang menjadi ukuran keabsahan perkawinan tersebut, menurut ketentuan yang sudah ditetapkan oelh Pencipta Syariat itu sendiri ( Allah dan RasulNya) seperti rukun, syarat, dan tidak adanya larangan diantara mereka yang melaksanakakn perkawinan.
Â
Masalahnya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan sebagai dasar hukum itsbat nikah untuk perkawinan yang dilaksanakan sebelum lahirnya undang-undang tersebut namun setalah Undang-Undang Perkawinan tersebut diterbitkan dan diberlakukan pernikahan yang tidak tercatat tetap terjadi sehingga terjadi ketidak tertiban dalam hal perkawinan di Indonesia, dengan begitu dalam penelitian ini yang harus ditela'ah dan dikaji adalah bagaimana Para Hakim dalam menetapkan pengesahan nikah dan atas pertimbangan hukum apa dalam penerapkan hukumnya.
Â
Beberapa permasalahan akibat dari permasalahan hukum dalam itsbat nikah sehingga perlu adanya penyikapan secara hukum guna mendapat kepastian, dalam hal ini yang akan disikapi adalah kepastian hukum itsbat nikah terhadap kedudukan dan setatus anak yang dilahirkan baik dalam perkawinan yang dilakukan sebelum diundangkanya Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan atau penikahan yang dilakukan sesudah Undang-Undang tersebut bahkan terhadap kedudukan dan setatus anak yang dilahirkan dari pernikahan kedua yang tidak tercatat.
Â
Â
Â