Mohon tunggu...
Basir SH
Basir SH Mohon Tunggu... Pengacara - Mahasiswa Pasca UNMA BANTEN

Saya adalah Mahasiswa Pasca Sarjana pada Perguruan Tinggi Universtitas Matlaul Anwar Banten

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Implementasi Norma Agama dalam Keabsahan Setatus Anak Berdasarkan Isbat Nikah

11 Mei 2024   13:51 Diperbarui: 11 Mei 2024   13:53 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada yang meragukan ketertiban hukum merupakan instrumen kepastian hukum. Karena itu, bagi pasangan suami isteri yang telah melangsungkan perkawinan menurut hukm agamanya, tanpa dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) Kantor Urusan Agama Kecamatan, maka pasangan suami isteri tersebut dapat mengajukan permohona itsbat nikah ke pengadilan Agama. Akan tetapi, Itsbat Nikah dimaksud hanya dimungkinkan bila berkenan dengan : a) dalam rangka penyelesaian perceraian; b) hilangnya akta nikah; c) adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan; d) perkawinan terjadi sebelum berlakunya UNDANG-UNDANG Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan; e) perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut UNDANG-UNDANG Nomor 1 Tahun 1974.

 

Perkembangan terakhir, permohonan itsbat nikah diajukan ke Pengadilan Agama dengan berbagai alasan di antaranya: 1) Itsbat nikah diajukan untuk melengkapi persyaratan akta kelahiran anak; 2) Itsbat nikah untuk melakukan perceraian secara resmi di Pengadilan; 3) Itsbat nikah untuk mendapat pensiunan janda; 4) Itsbat nikah diajukan untuk dapat menetapkan ahli waris; 5) Isbat nikah diajukan sebagai isteri sah dalam poligami.

 

Permasalahan yang timbul dari itsbat sesudah atau di atas tahun 1974 nikah tersebut berkaitan dengan ketentuan waktu pelaksanaan perkawinan sebelum berlakunya Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 sebagaimana diatur Pasal 7 Ayata 3 (d) KHI, sedangkan kenyataannya permohonan Itsbat Nikah tersebut diajukan terhadap perkawinan yang dilaksanakan. Terhadap hal demikian perlu meramu legal ratio dan mencari alas hukum yang membolehkan pengadilan agama menerima perkara itsbat nikah meski perkawinan yang dimohonkan itsbat tersebut terjadi setelah berlakunya Undang-Undang Perkawinan.

 

Setidaknya terdapat dua alasan pengadilan agama dapat menerima dan memutus perkara itsbat nikah terhadap perkawinan pasca berlakunya Undang-Undang Perkawinan. Pertama, berkaitan dengan iuscurianovit yakni hakim dianggap mengetahui hukum itsbat nikah, dan asas kebebasan Hakim untuk menemukan hukumnya terhadap masalah atau kasus yang tidak terdapat peraturan hukmnya (rechtsvacUndang-Undangm). Kedua, pendekatan sosiologis yang mendorong hakim menganalisis suatu kasus dengan pendekatan sosiologi hukum dan melakukan penafsiran baru terhadap peraturan lain yang ada hubungannya dengan masalah yang dihadapi supaya hukum tidak stagnan, melainkan berkembang mengikuti perkembangan masyarakat, seperti yang dikemukakan oleh Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah bahwa hukum itu berubah karena ada perubahan, waktu, tempat, keadaan, dan adat istiadat.[11] Langkah-langkah ini kemudian dikenal dengan sebutan penemuan hukum (rechtsvinding).

 

Dalam sosiologi hukum, dikenal istilah maturity of law atau hukm yang matang yaitu hukum yang benar-benar efektif sebagai busana masyarakat (clothes body of society), yang bersifat praktis, rasional dan actual sehingga dapat menjembatani dinamika nilai kesadaran hukum dan rasa keadilan masyarakat, tanpa terbelenggu formalistik melaksanakan suatu peraturan. Kalau perlu, dibutuhkan adanya keberanian untuk melakukan contra legem untuk menghadapi peraturan atau ketentuan yang kurang logis.[12] Dalam kajian hukum islam, terdapat kaidah ushuliyah "al-hukmu yaduru ma'a illatih wujudan wa'adaman" (hukum itu terkait dengan ada tidaknya casualitas hukum), sehingga dapatlah terus diadakan pembaruan hukum islam yang menyesuaikan dengan situasi, kondisi serta perkembangan zaman. Ijtihad untuk melakukan pembaruan hukum islam bukanlah sesuatu yang terlarang melainkan suatu yang dianjurkan jika menghadapi suatu permasalahan hukum.[13] dengan demikian, menolak permohonan itsbat nikah sebelum dilakukan pemeriksaan dnegan alasan tidak ada hukum yang mengaturnya, bukan merupakan pilihan utama.

 

Selain itu, dalam hal itsbat nikah pun terdapat kekosongan hukum atau rechtsvacUndang-Undangm, yakni tidak adanya peraturan itsbat nikah pasca berlakunya Undang-Undang Perkawinan, yang ditenggarai sebagai "politik hukum" adar setiap perkawinan dicatatkan pada instansi yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk melakuakan pencatatan nikah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun