"Akhirnya lo datang juga ya. Sudah lama banget kita janjian ketemu tapi gagal-gagal mulu." Ujarnya sambil menggiring gue masuk ke dalam apartemen. Ruangan berukuran sedang, memiliki 3 kamar tidur, 1 ruang keluarga dan 1 ruang kitchen. Unitnya lumayan luas jika dibandingkan dengan apartemen subsidi. Karena masih ada space untuk anak-anak bermain. Meski tumpukan barang ada dimana-mana.
       "Mama lagi keluar kota," jawabnya sebelum gue bertanya keberadaan mamanya. Mungkin sudah kontak batin jadi dia sudah tau isi pertanyaan di otak gue. Mungkin juga karena kedekatan gue dengan keluarga mereka begitu kental. Sudah seperti keluarga sendiri.
       "Adik gue juga nggak disini. Dia tinggal di rumah suaminya. Nggak jauh darisini, kok." Ujarnya lagi.
Siang itu hanya ada dia dan 3 anak perempuan yang usianya sekitar 5 dan 10 tahun. Serta ART yang sibuk di dapur. Gue mereka-reka kalau anak gadis 10 tahun itu adalah anak bayi yang dulu diadopsi mereka. Karena, saat diadopsi, gue ikut menemani mereka mengambil dan membawanya ke apartemen mereka. Ternyata waktu begitu cepat berlalu. Anak bayi yang masih merah dulu kini, sudah beranjak remaja. Sedangkan gadis kecil brambut ikal ternyata adalah anaknya dan yang satunya berambut pirang sahabat dari anak yang tinggal bersebelahan dengan unit mereka.
       "Ini anak gue. Lucu,kan?"
       "Cantik bangetttt.." puji gue jujur. Wajahnya benar-benar indo. Selain cantik, anaknya bener-bener smart dan talk active. Dia banyak bertanya tentang diri gue yang baru kali pertama dilihatnya. Dia bertanya bukan pakai bahasa Indonesia tetapi bahasa Inggris.
       "He's my old friend." Ujar teman gue menjelaskan ke anaknya. Kemudian menyusul rentetan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Setelah puas bertanya baru deh dia dan kakaknya serta temannya pergi ke kamar melanjutkan permainan mereka.
       "Mereka selalu main bersama. Anak yang satu lagi itu anak tetangga. Bokapnya orang Norwegia." Jelas temanku lagi.
       "by the way, where's your hubby?" Tanya gue penasaran.
Dia terdiam lamaaaa banget. Kemudian,"gue merokok ya.." pintanya. "O, sure! Silahkan." Ucap gue. Dia menyalakan rokoknya dan menarik dalam-dalam asapnya. Satu persatu airmatanya menetes beriringan dengan asap rokok yang perlahan-lahan keluar dari mulutnya.
       "Why?" Tanya gue bersalah. "sori lho kalo pertanyaan itu nggak lo inginkan."