Mohon tunggu...
Very Barus
Very Barus Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Writer, Traveler, Photographer, Videographer, Animal Lover

Mantan jurnalis yang masih cinta dengan dunia tulis menulis. Sudah menelurkan 7 buah buku. Suka traveling dan Mendaki Gunung dan hal-hal yang berbau petualangan. Karena sejatinya hidup adalah sebuah perjalanan, maka berjalannya sejauh mana kaki melangkah. Kamu akan menemukan banyak hal yang membuat pikiran dan wawasanmu berbicara. Saya juga suka mengabadikan perjalan saya lewat visual. Anda bisa menyaksikannya di channel Youtube pribadi saya (www.youtube.com/verybarus). Saya menulis random, apa yang ingin saya tulis maka saya akan menulis. Tidak ada unsur paksaan dari pihak mana pun. Selamat membaca!

Selanjutnya

Tutup

Diary

Ups and Downs Kehidupan, Don't Give up!

29 Juni 2023   16:09 Diperbarui: 29 Juni 2023   16:18 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Minggu lalu, gue bertemu langsung dengan teman baik gue yang hampir 10 tahun sudah tidak pernah bertemu secara face to face. Meski tidak pernah ketemu secara langsung tapi kami masih sering bertegur sapa di sosial media juga lewat jalur wa. Yang perlu diingat! Kehidupan di dunia sosmed tidak akan pernah sama dengan di kehidupan nyata. Orang yang terlihat fine-fine saja di sosmed belum tentu di kehidupan nyata dia baik-baik saja. Dan sebaliknya, mereka yang terlihat biasa-biasa saja di sosmed, bisa jadi menjadi luar biasa di kehidupan nyata. Itulah kehidupan sosmed, penghuninya suka manipulatif.

Setelah berkali-kali janjian ketemu tapi selalu gagal dan gagal lagi. Akhirnya, untuk janjian kali ini, gue bener-bener menyediakan waktu kosong untuk bertemu langsung dengan sahabat gue ini. Gue mengosongkan satu hari gue untuk berkunjung ke rumahnya.

Sebelum berkunjung, teman gue sudah share lokasi rumahnya. Ya, mereka tinggal di sebuah apartemen di bilangan Lebak Bulus. Dalam hati gue perfikir kalau kehidupan mereka pasti masih 10 tahun yang lalu. Hidup dalam kemewahan dan penuh kehedonan. Teman gue ini memiliki keluarga yang sangat baik terhadap semua orang. Senang mentraktir orang juga tergolong boros. Sangkin borosnya, gue sering mengingatkan dia serta ibu dan adiknya agar hidup jangan suka menghambur-hamburkan uang. Mending uang ditabung atau menggunakan seperlunya.

Berdasakan pengalaman pribadi, ketika kita memiliki banyak uang maka, kita pun memiliki banyak teman. Semua ingin diakui sebagai teman dengan embel-embel pengen numpang hidup. Ketika kita terperosok dalam kemiskinan alias tidak punya uang, teman yang dulunya bejibun satu persatu akan menghilang. Untuk bertemu sekali pun mereka enggan. Karena sudah tidak ada lagi yang ingin  dimanfaatkan. That's life!

foto dokpri
foto dokpri

              Pada hari H pertemuan, gue melaju bersama motorku menuju alamat yang tertera di google map. Hanya hitungan 30 menit, gue sudah tiba diarkiran apartment tempat dia dan keluarganya tinggal. Apartemen terlihat tidak terlalu megah. Berbeda dengan apartment yang dulu mereka tempati. Berada di jantung pusat kota Jakarta. Untuk masuk ke area apartemen saja kita harus berhadapan dengan security pelit senyuman. Identitas harus ditinggal di pos security sebagai jaminan selama kita berkunjung. Sangat ketat. Maklum, apartemen mewah dan penghuninya pun bukan orang sembaragan.   

              "Gue diparkiran,nih."

              "Langsung naik aja ke lantai 28." Ujarnya via telepon.

Gue masuk ke lobi ,menanyakan arah lift ke petugas, kemudian gue langsung masuk ke dalam lift. Hitungan menit gue sudah berada di lantai 28 dan langsung mencari nomer unit tempat mereka tinggal. Di depan pintu dia sudah menunggu  beserta 3 orang gadis kecil. Wajah mereka begitu excited menyambut kedatangan gue.  

Kami langsung berpelukan erat melepas rindu. Bener-bener rindu. Ada haru di pelupuk mata sahabat gue yang gampang menangis ini.

              "Akhirnya lo datang juga ya. Sudah lama banget kita janjian ketemu tapi gagal-gagal mulu." Ujarnya sambil menggiring gue masuk ke dalam apartemen. Ruangan berukuran sedang, memiliki 3 kamar tidur, 1 ruang keluarga dan 1 ruang kitchen. Unitnya lumayan luas jika dibandingkan dengan apartemen subsidi. Karena masih ada space untuk anak-anak bermain. Meski tumpukan barang ada dimana-mana.

              "Mama lagi keluar kota," jawabnya sebelum gue bertanya keberadaan mamanya. Mungkin sudah kontak batin jadi dia sudah tau isi pertanyaan di otak gue. Mungkin juga karena kedekatan gue dengan keluarga mereka begitu kental. Sudah seperti keluarga sendiri.

              "Adik gue juga nggak disini. Dia tinggal di rumah suaminya. Nggak jauh darisini, kok." Ujarnya lagi.

Siang itu hanya ada dia dan 3 anak perempuan yang usianya sekitar 5 dan 10 tahun. Serta ART yang sibuk di dapur. Gue mereka-reka kalau anak gadis 10 tahun itu adalah anak bayi yang dulu diadopsi mereka. Karena, saat diadopsi, gue ikut menemani mereka mengambil dan membawanya ke apartemen mereka. Ternyata waktu begitu cepat berlalu. Anak bayi yang masih merah dulu kini, sudah beranjak remaja. Sedangkan gadis kecil brambut ikal ternyata adalah anaknya dan yang satunya berambut pirang sahabat dari anak yang tinggal bersebelahan dengan unit mereka.

              "Ini anak gue. Lucu,kan?"

              "Cantik bangetttt.." puji gue jujur. Wajahnya benar-benar indo. Selain cantik, anaknya bener-bener smart dan talk active. Dia banyak bertanya tentang diri gue yang baru kali pertama dilihatnya. Dia bertanya bukan pakai bahasa Indonesia tetapi bahasa Inggris.

              "He's my old friend." Ujar teman gue menjelaskan ke anaknya. Kemudian menyusul rentetan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Setelah puas bertanya baru deh dia dan kakaknya serta temannya pergi ke kamar melanjutkan permainan mereka.

              "Mereka selalu main bersama. Anak yang satu lagi itu anak tetangga. Bokapnya orang Norwegia." Jelas temanku lagi.

              "by the way, where's your hubby?" Tanya gue penasaran.

Dia terdiam lamaaaa banget. Kemudian,"gue merokok ya.." pintanya. "O, sure! Silahkan." Ucap gue. Dia menyalakan rokoknya dan menarik dalam-dalam asapnya. Satu persatu airmatanya menetes beriringan dengan asap rokok yang perlahan-lahan keluar dari mulutnya.

              "Why?" Tanya gue bersalah. "sori lho kalo pertanyaan itu nggak lo inginkan."

              "It's ok. Nevermind. Gue nyuruh lo datang kesini ya, karena gue pengen menumpahkan uneg-uneg gue yang sudah menumpuk dipikiran gue. Gue pengen pikiran gue plong. Gue sudah tidak sanggup lagi. Rasanya mau gila!' katanya berapi-api.

Gue membiarkan dia menghabiskan satu batang rokok yang masih menyala. Gue biarkan dia diam sejenak dan gue biarkan dia mondar mandir antara dapur dan ruang keluarga tempat kami ngobrol.

Lalu, dia mulai beriksah tentang kehidupan mereka yang benar-benar ups and downs. Kehidupan yang dulu bergelimang harta, kini hidup apa adanya. Bahkan cerita miris yang membuat gue shock adalah, mereka sempat tidak sanggup membayar maintenan apartemen sehingga listrik dipadamkan dalam beberapa hari.

              "Lo nggak percaya kan? Listrik kami sempat dipadamkan gara-gara nggak sanggup bayar." ucapnya melihat wajah dan mulut gue terbengong mendengar ceritanya. "Begitulah kehidupan. Kalau dulu lo bisa lihat gimana boros dan royalnya mama dan adik gue. Tapi, sekarang kehidupan kami yang begini. Seadannya."

Gue masih terbengong. Masih belum bisa mencerna apa yang gue dengar dan gue lihat. Karena, gue masih tidak percaya kalau hidup mereka bisa seterpuruk ini.

              "Waktu gue hamil, cowok gue tidak mau bertanggung jawab. Sampai anak gue lahir, dia belum pernah melihatnya. Sementara usia anak gue sekarang sudah 5 tahun. Dia sudah sering bertanya keberadaan bapaknya."

              "Jadi, lo belum menikah?" dia menjawab dengan gelengan kepala.

              ""Gimana mau menikah. Pas tahu gue hamil, eh, dia langsung kabur ke luar negeri."

              "Pacar lo itu orang mana?"

              "Amerika."

              "Bule dong?"

              "he em..."

Perjuangan saat mengetahui kalau dirinya hamil pun masih penuh drama yang menguras air mata. Saat tahu hail,  dia hampir tidak percaya. Sampai takut kalau mamanya tahu kalau dia hamil. Sementara, ketika pacarnya tahu dia hamil malah buang badan dan langsung kabur meninggalkan Indonesia. Gelap mata sampai-sampai dia hampir membuang janin di dalam rahimnya.

              "Pikiran gue sudah buntu. Kondisi keuangan gue sedang kritis. Melanjutkan kehamilan atau membuangnya. Gue sudah bulat tekad mau menggugurkan kandungan gue." Ceritanya dengan suara parau.

              "Tapi, Allah masih memberi cahaya meski gue sudah berdosa. Gue tidak jadi menggugurkan dan gue bertekad membesarkannya seorang diri." Lanjutnya.

              Kini, janin yang dulu hendak digugurkan tumbuh dengan sehat. Memiliki wajah yang cantik, otak yang cemerlang juga kind hearted kepada siapa saja. Terlihat jelas kalau gadis kecil itu memiliki jiwa yang begitu penyayang. Baru pertama ketemu dia begitu menyenangkan. Serta cerita-cerita dermawan yang spontanitas yang dilakukan anak gadisnya membuat sahabat gue bangga memiliki anak cantik itu.

              "Dia banyak mengajarkan gue tentang hidup. Dia juga begitu penyayang, perhatian dan sangat dermawan."

              "Trus, mama gimana ceritanya? Sibuk apa dia?"

              "Panjang ceritanya. Kita makan dulu deh baru lanjut cerita." Katanya sambil menggiring gue ke dapur untuk memilih hidangan yang hendak kami imakan. Mbak yang bekerja dirumahnya ternyata sedari tadi sibuk di dapur mengolah makanan untuk kami santap.

Cerita selanjutnya di part 2 ya...

  

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun