Dari aspek ketahanan dan kekuatan, sebuah pemerintahan yang dianggap "Buwono Langgeng" diharapkan mampu bertahan dari berbagai ancaman dengan sangat baik, sehingga pemerintah atau penguasa dapat mempertahankan kedaulatan dan kehormatan negara. Tak lupa, Buwono Langgeng ini juga tercermin dalam nilai-nilai budaya Jawa melalui sistem gotong royong, musyawarah untuk mencapai mufakat dan kearifan lokal lainnya. Nilai- nilai tersebut haruslah diterapkan dan dipromosikan dalam pemerintahan sebagai bagian integral dari identitas dan kehidupan bermasyarakat. Konsep ini juga memiliki makna spiritual karena sering dikaitkan dengan keberlangsungan roh atau jiwa seseorang setelah kematian dan Buwono Langgeng menggambarkan harapan akan keabadian atau kelangsungan jiwa seseorang setelah meninggal dunia.
Dalam sastra Jawa, konsep Buwono Lanngeng sering digambarkan melalui cerita- cerita tentang raja yang bijaksana dan pemerintahan yang adil. Sri Sutan Hamengkubuwono I adalah salah satu tokoh yang sering dianggap sebagai penguasa yang "Buwono Langgeng". Beliau adalah pendiri Keraton Yogyakarta yang memiliki reputasi sebagai penguasa yang adil, bijaksana dan mampu menjaga stabilitas serta kesejahteraan rakyatnya.
Secara keseluruhan, dalam tradisi Jawa Buwono Lanngeng merupakan cita-cita ideal dari seorang raja atau pemimpin, yakni pemerintahan yang stabil, kedamaian yang terjaga dan keberhasilan untuk menciptakan kemakmuraan dalam pemerintahannya.
Jagat Gumelar, Jagat Gumulung menghasilkan Buwono Langgeng; Transsubstansi Dialektis
Transubstansi dialetis diartikan sebagai sebuah proses transformasi atau perubahan yang terjadi antara dua entitas atau konsep yang berbeda. Dalam hal ini Jagat Gumelar dan Jagat Gumulung, konsep transsubstansi dialektis digunakan dengan mengacu pada integrasi dari kedua konsep tersebut untuk mencapai keadaan atau kondisi yang diharapkan yakni Buwono Lanngeng.
Jagat Gumelar menekankan konsep keseimbangan dan harmoni antara manusia dan alam semesta. Ini mencakup pemahaman tentang hubungan yang harmonis antara manusia dan lingkungan sekitarnya serta betapa pentingnya menjaga keseimbangan dalam kehidupan sehari- hari.Â
Sedangkan Jagat Gumulung adalah konsep yang menekankan perjalan manusia yang penuh dengan rintangan da cobaan serta pencarian makna hidup yang sebenarnya. Jagat Gumulung mencerminkan realitas perjalanan hidup manusia yang penuh dengan tantangan, lika- liku kehidupan dan keadaa yang berubah- ubah.
Melalui proses transubstansi dialektis kedua konsep ini dapat saling melengkapi, berbaur dan berintegrasi untuk mencapai keadaan Buwono Langgeng, misalnya denga memahami Jagat Gumelar di mana terdapat keseimbangan antara manusia dan alam dan juga mengeri Jaga Gumulung di mana perjalanan hidup penuh dengan cobaan dan tantangan, seorang pemimpin atau penguasa dapat mengembangkan kebijaksanaan, ketabahan dan kekuatan dalam rangka menjaga stabilitas pemerintahan, memimpin pemerintahan dengan keadilan, serta menciptakan kondisi yang dapat mendukung kesejahteraan rakyatnya.
Buwono Langgeng, sebagai cita-cita untuk keberlangsungan yang abadi atau kekekalan dapat dicapai melalui pemahaman dan penerapan transsubstansi dialektis kedua konsep jagat tadi. Proses ini melibatkan kesaran akan siklus perubahan dalam kehidupan dan alam semesta, serta upaya untuk mencapai keseimbangan dan harmoni dalam setiap perubahan yang terjadi.Â
Dengan memahami kompleksitas alam semesta dan perjalanan hidup manusia serta mengerti bahwa perubahan adalah bagian alami dari eksistensi, seorang pemimpin yang bijaksana dapat mengembangkan strategi yang baik dan berkelanjutan dalam upaya untuk menjaga kedaulatan dan kehormatan negara serta siap menghadapi berbagai tantangan yang mungkin muncul. Dengan mengintegras dua konsep tersebut pemimpin dapat menciptakan atau mencapai keadaan Buwono Langgeng di mana pemerintahan dapat berjalan stabil, berlaku adil dan bijaksana serta menciptakan kondisi masyarakat yang sejahtera dan harmonis.
Sadulur Papat Lima Pancer dan Langkah Menuju Kesempurnaan