Karena setiap tutur kata, setiap tingkah laku, dan setiap perbuatan sehari-harinya telah melalui filter rasa, sehingga sekiranya apa yang akan dilontarkan dirasa masih dapat menyakitkan hati kita sendiri, ya tidak usah dilontarkan kepada pihak lain, karena pihak lainpun tentu akan merasa tersakiti hatinya seperti yang kita rasakan. Tetapi kalau apa yang akan dilontarkan dirasa membuat kita menjadi adem ayem, tenteram, dan sukacita ya sebaiknya dilontarkan, karena pihak lainpun tentu akan merasakan adem ayem, tenteram, dan suka cita seperti yang kita rasakan.
Lebih lanjut ditingkatan rasa ini, kita dapat melaksanakan kata - kata bijak: Kita menyalahkan orang, tetapi orangnya tidak merasa disalahkan. Kita menyuruh orang, tetapi orangnya tidak merasa disuruh, dan seterusnya, dan seterusnya, dan seterusnya silahkan dikembangkan sendiri. Atau bisa juga kita menggunakan kiasan, dan atau gerakan tubuh. Misal eseman (senyuman), dan liringing netro ( lirikan atau kedhepan mata ), pihak lain sudah bisa memahami maknanya. Ngluruk tanpo bolo, menang tanpo ngasorake, yang arti harfiahnya: menyerang tanpa kawan, menang tanpa mengalahkan, dan yang kesemuanya itu berupa suatu sanepan atau sutau perumpamaan.
Hendaklah kita selalu berfikir, dan membiasakan  untuk menggali makna batiniyah ayat -- ayat Allah tersebut, mengingat ayat -- ayat Allah umumnya disampaikan dalam bentuk perumpamaan. Jadi amatlah kurang bijak bila baru mengetahui apa yang tersurat atau apa yang dilihat, atau apa yang didengar langsung disampaikan kepada pihak lain, karena hal ini dapat menyesatkan.
Mengapa ayat -- ayat Allah umumnya disampaikan dalam bentuk perumpamaan? Karena Allah menghendaki agar manusia mau berfikir, tidak hanya sekedar melaksanakan perbuatan atas dasar kata orang dengan iming -- iming pahala, dan surga. Surat Al Hasyr ayat 21. Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.
Untuk mengawalinya mari kita lontarkan satu pokok bahasan, berupa sabda Nabi man arofa nafsahu faqod arofa robbahu. Mengapa membuat satu pokok bahasan menggunakan bahasa Arab. Ya asli bunyinya kan begitu karena yang bersabda Nabi Muhammad, dan yang pada dasarnya beliau adalah orang Arab. Jadi apapun yang dikatakan beliau pasti menggunakan bahasa, dan tulisan Arab agar dapat dipahami oleh kaumnya.
Kaum disini siapa yang dimaksud? Yang dimaksud kaum tersebut adalah penduduk Mekah, dan penduduk negeri disekelilingnya yang sehari-harinya berkomunikasi menggunakan bahasa Arab, sebagaimana difirman-kan dalam surat Asy Syuura 7. Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al Quran dalam bahasa Arab, supaya kamu memberi peringatan kepada ummul Qura (penduduk Mekah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya serta memberi peringatan (pula) tentang hari berkumpul (kiamat) yang tidak ada keraguan padanya. Segolongan masuk surga, dan segolongan masuk Jahannam.
Jadi hendaklah dipahami bahwa yang dimaksud kaum dalam kaitan ini bukan berarti penganut Islam, karena penganut Islam tidak semuanya orang Arab atau bukan orang yang memahami bahasa Arab. Lalu bagi kita penganut Islam yang bukan orang Arab, harus bagaimana agar dapat mengetahui sabda Nabi tersebut? Bagi kita yang orang Indonesia ya harus mencari kamus bahasa Arab -- Indonesia, agar dapat menterjemahkan sabda Nabi tersebut. Kemudian setiap kata dalam bahasa Arab tadi dicari padanan katanya dalam bahasa Indonesia, barulah kita tahu apa yang disabdakan Nabi tersebut. Atau untuk mudahnya ya dicari saja sabda Nabi, yang sudah diterjemahkan dari bahasa Arab kedalam bahasa Indonesia. Sehingga akhirnya kita mengetahui bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda kepada umat pengikutnya, kenalilah dirimu niscaya mengenal Tuhanmu.
Apakah dengan telah mengetahui sabda Nabi tadi, otomatis kita sudah bisa mengenali diri, dan Tuhan kita? Tentunya ya belum, dan masih jauh dari sasarannya. Mengapa? Mau sampai ke sasaran bagaimana, melaksana-kan sabdanya saja belum; Orang akan sampai ke sasaran dimaksud, bila orang tadi melaksanakan sabda Nabi itu. Ini baru sampai pengajian ditingkat sareat atau ditingkat dasar, jadi baru sebatas tahu sabda Nabi man arofa nafsahu faqod arofa robbahu kalau dalam bahasa Arab, sedangkan dalam bahasa Indonesianya sabda Nabi tadi artinya kenalilah dirimu niscaya mengenal Tuhanmu.Â
Setelah mengetahui sabda Nabi dalam bahasa Indonesia hendaklah diikuti dengan olah pikir kita, sebagai penganut Islam mestinya sabda Nabi ini diposisikan sebagai perintah, dan tuntunan Nabi yang harus diikuti, dan diamalkan, atau dilaksanakan. Oleh karena itu wajib dikaji agar dapat memahami makna batiniyah dari sabda Nabi tersebut lalu dilaksanakan. Â Â
Dari sabda Nabi kenalilah dirimu niscaya mengenal Tuhanmu, selanjutnya kita berfikir. Siapa yang harus kita kenali? Yang wajib kita kenali ada 2 pihak yaitu dirimu, dan Tuhanmu. Yang dimaksud dirimu itu siapa? Tidak lain adalah manusia ya kita ini sebagai makhluk yang diciptakan-Nya. Lalu yang dimaksud Tuhanmu itu siapa? Tidak lain adalah Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, atau Dzat yang menciptakan semesta alam atau jagad raya seisinya, termasuk diri manusia tentunya.
Apa kaitannya kenalilah dirimu niscaya mengenal Tuhanmu, bagi kita sebagai penganut Islam? Hakekat nya sabda Nabi tersebut adalah pondasi kalau diibaratkan membangun suatu bangunan pisik, atau bangunan bersifat lahiriyah diatas dunia ini. Karena suatu bangunan tanpa pondasi, atau pondasinya keropos sudah barang tentu bangunan tadi akan rapuh, dan tidak mungkin menjadi suatu bangunan yang kokoh, besar, dan megah.