Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Lahir di Metro Lampung. Pendidikan terakhir, lulus Sarjana dan Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gelas Kosong 2

29 Maret 2021   11:31 Diperbarui: 29 Maret 2021   12:03 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Salam jumpa saudara - saudaraku, semoga keselamatan dan rahmat Allah selalu tercurah bagi kita semua, amiin.

Untuk melekatkan diingatan kita tentang pengajian atau pembelajaran bertingkat, penulis ketengahkan kembali pembelajaran secara non formal diawali dari tingkatan sareat, lalu berlanjut pembelajaran ditingkat tarekat, lalu berlanjut pembelajaran ditingkat hakekat, selanjutnya berlanjut pembelajaran ditingkat makripat.

Dengan demikian seseorang yang mengaji atau mengkaji atau mempelajari suatu pokok bahasan, hendaklah berupaya agar dapat memahami makna yang tersirat, atau makna yang tersembunyi, atau makna batiniyah dari tingkatan sareat sampai dengan tingkatan makripat. Artinya dapat memahami makna yang terkandung dalam setiap pokok bahasan yang bila diibaratkan sebagai buah, dapat mengerti makna buah tadi sejak dari kulit sampai dengan dapat mengerti atau menikmati isi buahnya.   

Analog dengan uraian tersebut mudah - mudahan kita dapat mengaji atau mempelajari dengan baik, dan benar Al Qur'an yang merupakan ayat -- ayat Allah yang tertulis. Oleh karena itu hendaklah dipahami dengan baik, dan benar pemaknaan mengaji. Misal mengaji Al Qur'an. Artinya kita mempelajari makna batiniyah yang terkandung dalam Al Qur'an, dengan harapan semoga Allah mengizinkan kita dapat memahami, dan selanjutnya melaksanakan atau mengamalkan perintah, dan petunjuk Allah tersebut dengan baik, dan benar. Lalu apakah pahala, atau hadiah, atau ganjaran, atau gift yang diberikan Allah kepada kita? Pahala yang kita dapatkan dari Allah, berupa pemahaman atas makna batiniyah yang terkandung dalam Al Qur'an sehingga kita dapat mengamalkan dengan baik, dan benar.

Jadi mengaji Al Qur'an hendaklah, tidak disama artikan dengan mempelajari cara membaca kitab Al Qur'an dalam bahasa Arab. Kalau ini yang dilakukan, apakah kita juga akan mendapat pahala dari Allah? Sudah barang tentu, juga akan mendapat pahala karena Allah Maha Pengasih, jadi apapun yang diminta manusia tentu akan dikabulkan. Lalu apa wujud pahala yang akan kita terima? Wujud pahala yang kita terima pastinya kita dapat membaca kitab Al Qur'an dalam tulisan dan bahasa Arab dengan lancar, tetapi tidak memahami makna batiniyah yang terkandung didalamnya.

Sejalan dengan alur pikir tersebut, juga hendaklah kita gunakan untuk mengaji atau mempelajari ayat -- ayat Allah yang tidak tertulis berupa semesta alam atau jagad raya seisinya termasuk diri manusia, sebagaimana diilustrasikan dengan buah duren pada artikel terdahulu, sehingga kita dapat melaksanakannya dengan baik, dan benar. 

Untuk mengetahui pengajian bertingkat tersebut, secara singkat dapat penulis sampaikan sebagai berikut. Tingkat sareat. Adalah tingkatan lahiriyah, atau bisa dikatakan tingkat dasar, atau baru berupa sampul atau kulit. Kalau ayat -- ayat  Allah yang tertulis ya baru berupa perintah, dan petunjuk Allah yang tertulis dalam buku atau kitab Al Qur'an itu. Tetapi bila berupa ayat -- ayat Allah yang tidak tertulis ya baru berupa ciptaan Allah yang: terlihat, terdengar, tercium, atau terasa yang tergelar disemesta alam atau di jagad raya seisinya ini termasuk diri manusia.

Andaikan ayat - ayat Allah tadi dikaji atau dipelajari hanya ditingkatan sareat: membaca, melagukan, menghafalkan, melihat, mendengar, mencium, dan merasakan  saja. Mari dibiasakan untuk bertanya kepada diri sendiri, lalu kita menjawab dengan jujur. Kalau hanya sampai ditingkatan sareat ini saja yang saya lakukan, lalu apa manfaat yang saya peroleh agar dapat melakoni hidup, dan kehidupan di atas dunia ini dengan baik? Silahkan dijawab sendiri dengan jujur, menggunakan roso pangroso.

Tingkat Tarekat. Dari perintah, dan petunjuk Allah yang tertulis atau yang tidak tertulis tadi kita kaji dengan baik agar dapat menangkap makna batiniyahnya, paling tidak mengerti cara untuk melaksanakannya dengan baik, dan benar. Ini dapat dikatakan kajian ditingkatan tarekat (batiniyah). Atau dengan kata lain, dari perintah, dan petunjuk Allah yang tertulis maupun yang tidak tertulis dikaji makna yang tersirat didalamnya, agar menemukan cara sehingga dapat melaksanakan atau mengamalkannya dengan baik, dan benar.

Tingkat Hakekat. Dari makna batiniyah yang telah dilaksanakan dengan baik, dan benar mudah - mudahan si pelaku akhirnya dapat mengerti dengan pasti lalu meyakini, dan menjiwai kebenaran yang terkandung didalamnya. Dengan telah memahami secara utuh kebenaran sejati yang terkandung didalamnya, si pelaku dapat dikatagorikan pengajiannya telah sampai pada penjiwaan kebenaran sejati, sehingga tidak tergoyahkan oleh siapapun.

Tingkat Makripat. Dari tingkat hakekat atau penjiwaan atas perintah, dan petunjuk Allah yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari - hari, mudah - mudahan Allah mengijinkan seseorang untuk dapat merasakan: apa - apa yang akan dilakukan, apa - apa yang akan diperbuat, dan apa - apa yang akan dikatakan dalam keseharian-nya. Alangkah bahagianya hidup kita, bila sudah sampai dalam tingkatan roso pangroso atau makripat ini. 

Karena setiap tutur kata, setiap tingkah laku, dan setiap perbuatan sehari-harinya telah melalui filter rasa, sehingga sekiranya apa yang akan dilontarkan dirasa masih dapat menyakitkan hati kita sendiri, ya tidak usah dilontarkan kepada pihak lain, karena pihak lainpun tentu akan merasa tersakiti hatinya seperti yang kita rasakan. Tetapi kalau apa yang akan dilontarkan dirasa membuat kita menjadi adem ayem, tenteram, dan sukacita ya sebaiknya dilontarkan, karena pihak lainpun tentu akan merasakan adem ayem, tenteram, dan suka cita seperti yang kita rasakan.

Lebih lanjut ditingkatan rasa ini, kita dapat melaksanakan kata - kata bijak: Kita menyalahkan orang, tetapi orangnya tidak merasa disalahkan. Kita menyuruh orang, tetapi orangnya tidak merasa disuruh, dan seterusnya, dan seterusnya, dan seterusnya silahkan dikembangkan sendiri. Atau bisa juga kita menggunakan kiasan, dan atau gerakan tubuh. Misal eseman (senyuman), dan liringing netro ( lirikan atau kedhepan mata ), pihak lain sudah bisa memahami maknanya. Ngluruk tanpo bolo, menang tanpo ngasorake, yang arti harfiahnya: menyerang tanpa kawan, menang tanpa mengalahkan, dan yang kesemuanya itu berupa suatu sanepan atau sutau perumpamaan.

Hendaklah kita selalu berfikir, dan membiasakan  untuk menggali makna batiniyah ayat -- ayat Allah tersebut, mengingat ayat -- ayat Allah umumnya disampaikan dalam bentuk perumpamaan. Jadi amatlah kurang bijak bila baru mengetahui apa yang tersurat atau apa yang dilihat, atau apa yang didengar langsung disampaikan kepada pihak lain, karena hal ini dapat menyesatkan.

Mengapa ayat -- ayat Allah umumnya disampaikan dalam bentuk perumpamaan? Karena Allah menghendaki agar manusia mau berfikir, tidak hanya sekedar melaksanakan perbuatan atas dasar kata orang dengan iming -- iming pahala, dan surga. Surat Al Hasyr ayat 21. Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.

Untuk mengawalinya mari kita lontarkan satu pokok bahasan, berupa sabda Nabi man arofa nafsahu faqod arofa robbahu. Mengapa membuat satu pokok bahasan menggunakan bahasa Arab. Ya asli bunyinya kan begitu karena yang bersabda Nabi Muhammad, dan yang pada dasarnya beliau adalah orang Arab. Jadi apapun yang dikatakan beliau pasti menggunakan bahasa, dan tulisan Arab agar dapat dipahami oleh kaumnya.

Kaum disini siapa yang dimaksud? Yang dimaksud kaum tersebut adalah penduduk Mekah, dan penduduk negeri disekelilingnya yang sehari-harinya berkomunikasi menggunakan bahasa Arab, sebagaimana difirman-kan dalam surat Asy Syuura 7. Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al Quran dalam bahasa Arab, supaya kamu memberi peringatan kepada ummul Qura (penduduk Mekah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya serta memberi peringatan (pula) tentang hari berkumpul (kiamat) yang tidak ada keraguan padanya. Segolongan masuk surga, dan segolongan masuk Jahannam.

Jadi hendaklah dipahami bahwa yang dimaksud kaum dalam kaitan ini bukan berarti penganut Islam, karena penganut Islam tidak semuanya orang Arab atau bukan orang yang memahami bahasa Arab. Lalu bagi kita penganut Islam yang bukan orang Arab, harus bagaimana agar dapat mengetahui sabda Nabi tersebut? Bagi kita yang orang Indonesia ya harus mencari kamus bahasa Arab -- Indonesia, agar dapat menterjemahkan sabda Nabi tersebut. Kemudian setiap kata dalam bahasa Arab tadi dicari padanan katanya dalam bahasa Indonesia, barulah kita tahu apa yang disabdakan Nabi tersebut. Atau untuk mudahnya ya dicari saja sabda Nabi, yang sudah diterjemahkan dari bahasa Arab kedalam bahasa Indonesia. Sehingga akhirnya kita mengetahui bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda kepada umat pengikutnya, kenalilah dirimu niscaya mengenal Tuhanmu.

Apakah dengan telah mengetahui sabda Nabi tadi, otomatis kita sudah bisa mengenali diri, dan Tuhan kita? Tentunya ya belum, dan masih jauh dari sasarannya. Mengapa? Mau sampai ke sasaran bagaimana, melaksana-kan sabdanya saja belum; Orang akan sampai ke sasaran dimaksud, bila orang tadi melaksanakan sabda Nabi itu. Ini baru sampai pengajian ditingkat sareat atau ditingkat dasar, jadi baru sebatas tahu sabda Nabi man arofa nafsahu faqod arofa robbahu kalau dalam bahasa Arab, sedangkan dalam bahasa Indonesianya sabda Nabi tadi artinya kenalilah dirimu niscaya mengenal Tuhanmu. 

Setelah mengetahui sabda Nabi dalam bahasa Indonesia hendaklah diikuti dengan olah pikir kita, sebagai penganut Islam mestinya sabda Nabi ini diposisikan sebagai perintah, dan tuntunan Nabi yang harus diikuti, dan diamalkan, atau dilaksanakan. Oleh karena itu wajib dikaji agar dapat memahami makna batiniyah dari sabda Nabi tersebut lalu dilaksanakan.   

Dari sabda Nabi kenalilah dirimu niscaya mengenal Tuhanmu, selanjutnya kita berfikir. Siapa yang harus kita kenali? Yang wajib kita kenali ada 2 pihak yaitu dirimu, dan Tuhanmu. Yang dimaksud dirimu itu siapa? Tidak lain adalah manusia ya kita ini sebagai makhluk yang diciptakan-Nya. Lalu yang dimaksud Tuhanmu itu siapa? Tidak lain adalah Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, atau Dzat yang menciptakan semesta alam atau jagad raya seisinya, termasuk diri manusia tentunya.

Apa kaitannya kenalilah dirimu niscaya mengenal Tuhanmu, bagi kita sebagai penganut Islam? Hakekat nya sabda Nabi tersebut adalah pondasi kalau diibaratkan membangun suatu bangunan pisik, atau bangunan bersifat lahiriyah diatas dunia ini. Karena suatu bangunan tanpa pondasi, atau pondasinya keropos sudah barang tentu bangunan tadi akan rapuh, dan tidak mungkin menjadi suatu bangunan yang kokoh, besar, dan megah.

Sejalan dengan alur pikir tersebut manakala kita ingin membangun suatu bangunan yang kokoh, besar, dan megah bersifat batiniyah sudah barang tentu wajib dipersiapkan pondasi diri yang kuat, dan kokoh juga. Atau dengan kata lain, Nabi memerintahkan kepada kita sebagai panganut Islam untuk membangun pondasi diri yang kuat, dan kokoh bila ingin menegakkan si'ar Islam diatas dunia ini.

Atas dasar pemahaman tersebut bila kita ingin membangun akhlak mulia, dan budi pekerti luhur hendaklah sabda Nabi ini dilaksanakan dengan baik, dan benar demi terbangunnya pondasi diri yang kuat, dan kokoh. Kemudian diatas pondasi yang telah dipersiapkan dengan kuat, dan kokoh ini dibangun bangunan besar, dan megah berupa si'ar Islam berdasarkan Al Qur'an yang telah kita posisikan sebagai pedoman hidup bagi para penganut Islam. Sedangkan bagi sahabatku non muslim, silahkan menggunakan firman Allah yang sesuai.

Kepada saudara -- saudaraku yang berprofesi sebagai penyampai risalah apapun predikatnya, apakah dengan sebutan: kiai, ustadz, ulama, imam, imam besar, pemuka agama, dan sebutan lainnya agar dapat menegakkan si'ar Islam dengan baik, dan benar di muka bumi ini sebaiknya membangun pondasi diri yang kuat, dan kokoh dalam dirinya dahulu sebelum menyampaikan risalah kepada pihak lain. Karena siapapun orangnya yang telah mampu berdiri diatas pondasi diri yang kuat, dan kokoh ini berarti menunjukkan bahwa orang -- orang tersebut telah mengerti akan hakekat  beragama, yaitu untuk membangun manusia agar menjadi insan yang berakhlak mulia, dan berbudi pekerti luhur.

Bila penyampai risalah, menyampaikan risalah tetapi belum ditopang pondasi diri yang kuat, dan  kokoh disamping merugikan diri sendiri juga menjerumuskan orang lain yang sudah terlanjur mempercayai, bahwa apa yang dikatakan penyampai risalah adalah benar adanya. Apa ganjaran, atau hadiah, atau gift, atau pahala yang akan diterima penyampai risalah, bila apa -- apa yang disampaikan tidak sesuai dengan perintah, dan petunjuk Allah ( Al Qur'an ) atau firman Allah. Silahkan dikaji sendiri melalui roso pangroso ayat -- ayat Al Qur'an berikut.

Surat Al Baqarah ayat 39. Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Surat Al Baqarah ayat 174. Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih.

Bila hal - hal tersebut telah dipahami maknanya, dan dilaksanakan atau diamalkan sesuai perintah, dan petunjuk-Nya, mudah-mudahan akhlak manusia akan terbangun sesuai dengan kehendak-Nya. Sehingga pada gilirannya nanti akan terwujud generasi penerus bangsa yang berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, dan inilah wujud generasi penerus bangsa yang memiliki pribadi tangguh.

Untuk mengetahuinya, mari kita simak bersama uraian selanjutnya. Dengan syarat: menurunkan ego, menge-depankan akal, mengesampingkan hawa nafsu, jujur, dan berani mengakui kesalahan diri kita sendiri. Dengan demikian seolah -- olah kita mempersiapkan diri layaknya Gelas Kosong untuk mewadahi kebenaran sejati, bila kita memang berniat ingin memperbaiki diri.

Untuk menyegarkan ingatan, mari kita simak ulang kisah diciptakannya manusia setelah Nabi Adam, As. Kalau saat penciptaan manusia pertama menggunakan tanah secara langsung, tetapi pada penciptaan manusia setelah Nabi Adam As. dikisahkan menggunakan tanah secara tidak langsung. Artinya, manusia dilahirkan melalui perantaraan orang tua yang terdiri dari seorang perempuan  (ibu), dan seorang laki -- laki (bapak).

Manusia dapat bertahan hidup diatas dunia ini, karena mendapat asupan berupa makanan yang berasal dari tanah. Atau memakan saripatinya tanah yang  berupa hasil bumi baik dari hasil tanam tumbuh, maupun dari binatang. Dari saripati makanan yang dimakan sehari -- hari, menghasilkan air mani. Air mani yang terdapat dalam diri seorang perempuan, disebut sel telur atau ovum. Sedangkan yang terdapat dalam diri seorang laki - laki berupa benih laki -- laki, disebut sperma. Sebagaimana difirmankan dalam Al Qur'an surat Al Mukminuun.

Untuk mempermudah pengajian kita, mari dikaji surat Al Mukminuun yang sudah diterjemahkan dari bahasa Arab kedalam bahasa Indonesia. Apakah dengan membacanya dari bahasa Arab, kemudian menterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kita sudah mendapat pahala? Tentunya ya belum mendapat, karena perintahnya saja belum dilaksanakan. Untuk itu mari kita laksanakan perintah Nabi tersebut, dengan meningkatkan pengajian kita melalui roso pangroso tentang perjalanan kejadian manusia sebagai berikut.

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati ( berasal ) dari tanah ( surat Al Mukminuun ayat 12 ). Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani ( yang disimpan ) dalam tempat yang kokoh / rahim ( surat Al Mukminuun ayat 13 ). Kemudian air mani itu  Kami  jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan  segumpal  daging  itu  Kami jadikan  tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka  Maha  Suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik (surat Al Mukminuun ayat 14). 

Begitu riwayat singkat pembentukan manusia, setelah Nabi Adam, As. Bila dicermati kiranya dapat dipahami bahwa peran orang tua dalam pembentukan manusia hanya sebatas sarana, atau lantaran dalam pembentukan lahiriyah manusianya saja. Sampai disini makhluk yang berbentuk lain yang disebutkan dalam ayat tersebut belum dapat disebut manusia, tepatnya disebut sebagai boneka manusia. Mengapa? Karena yang terbentuk baru satu unsurnya saja yang tampak mata, atau kasat mata, dan disebut sebagai wadag, atau badan, atau jazad manusia.

Selanjutnya mari kita tingkatkan pengajian kita dengan olah pikir, lalu bertanya sebagai berikut. Apakah  makhluk yang berbentuk lain atau boneka manusia tadi, hanya khusus untuk kelompok manusia tertentu saja? Misal. Apakah bentukan manusia ini, hanya untuk penganut agama tertentu saja? Tidak! Apakah bentukan manusia ini hanya untuk mereka yang sama warna kulit, dan bahasanya saja? Tidak! Apakah bentukan manusia ini, hanya untuk mereka yang mempunyai status sosial ekonomi tertentu saja? Tidak! Dan seterusnya, dan seterusnya, dan seterusnya.

Kalau dari semua pertanyaan tadi jawabannya tidak, lalu makhluk yang berbentuk lain atau boneka manusia tadi diperuntuk untuk siapa? Kalau memang ingin mengetahui untuk siapa peruntukannya, jawabannya adalah Allah menghendaki makhluk yang berbentuk lain atau boneka manusia tadi untuk semua manusia apapun suku bangsa, dan bangsanya supaya saling kenal mengenal; Dan apapun warna kulit, dan bahasanya sebagai tanda bagi orang -- orang yang mengetahui sebagaimana difirmankan dalam Al Qur'an. 

Surat Al Hujurat ayat 13. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. 

Surat Ar Ruum ayat 22.  Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.

Dari uraian tersebut mudah -- mudahan menjadi kejelasan bagi kita semua bahwa manusia diciptakan  berbangsa -- bangsa, dan bersuku -- suku bangsa, serta berlain -- lainan bahasa dan warna kulitnya itu adalah kehendak Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, dan bukan karena keinginan manusia yang diciptakan. Oleh karena itu mari kita sebagai sesama makhluk ciptaan Allah yang namanya manusia hendaklah dapat saling hormat menghormati, saling harga menghargai, dan menjauhkan diri dari perbuatan jahil, sirik, dengki, dan perbuatan - perbuatan buruk lain kepada sesama; Karena Allah menghendaki agar kita dapat saling kenal -- mengenal tanpa membeda -- bedakan satu dengan yang lainnya, apapun status sosial ekonomi, dan agamanya.

Apakah pengajian sampai disini sudah bisa dianggap kita telah melaksanakan sabda Nabi? Sudah tetapi baru sebagian, sehingga kita belum dapat mengatakan siapa sesungguhnya manusia sejati itu. Karena yang kita ketahui baru sampai disisi lahiriyahnya, dan itupun baru disebut boneka manusia. Lalu bagaimana agar kita dapat mengetahui dengan benar, siapa sesungguhnya manusia sejati itu? Untuk itu mari kita lanjutkan dengan olah pikir ketingkat selanjutnya.  

Mengapa makhluk yang berbentuk lain, disebut boneka manusia? Disebut boneka karena makhluk yang berbentuk lain tadi belum bernafas, dan untuk sempurnanya menjadi manusia sejati apabila Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa telah meniupkan Ruh kedalamnya. Barulah menjadi manusia sejati yang terdiri atas 2 unsur besar. Pertama, unsur lahiriyah yang tampak mata atau kasat mata karena tercipta dari saripatinya tanah, yaitu wadag atau badan, atau jazad manusia, dan bersifat nyata. Kedua, unsur batiniyah yang tidak tampak mata atau tan kasat mata karena berupa Ruh langsung dari Yang Maha Suci, atau Yang Maha Gaib, dan bersifat gaib.

Surat Al Hijr ayat 29. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadian-nya, dan telah meniupkan kedalamnya Ruh(ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. 

Surat shaad ayat 72. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya.                                                                                    

Kalau kita benar -- benar mengaku sebagai penganut Islam, meyakini kebenaran Al Qur'an, dan memposisikannya sebagai pedoman hidup hendaklah kita mengakui, dan bersaksi bahwa diri kita ini merupakan sebagian, dan bagian yang tidak terpisahkan dari Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci. Oleh karena itu memiliki sifat -- sifat ke Illahian layaknya sifat Yang Maha Suci. Mengapa? Karena manusia diciptakan menurut fitrah Allah, dan fitrah Allah itu tidak mengalami perubahan, sebagaimana difirmankan dalam  surat Ar Ruum ayat 30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.                                           

Dari uraian tersebut mudah -- mudahan kita dapat memahami, dan meyakini bahwa konstitusional manusia sesungguhnya terdiri dari 2 unsur besar, dan mempunyai 2 sifat antagonis.

Manusia terdiri dari 2 unsur besar. Pertama. Unsur nyata (lahiriyah) berasal dari saripatinya tanah, oleh karena itu manusia dapat dilihat mata atau kasat mata, dan bersifat nyata. Dan yang atas kehendak Allah dicipta menjadi manusia dengan berbangsa- bangsa, dan bersuku - suku bangsa, serta dengan berbagai warna kulit, dan bahasanya. Dan kenyataan wadag manusia yang berbeda - beda ini dapat terjadi karena kehendak Allah Swt. yang menciptakan, bukan karena keinginan manusia yang diciptakan.

Kedua. Unsur gaib ( batiniyah ) atau tan kasat mata atau tidak dapat dilihat oleh mata, berupa Ruh Suci yang langsung berasal dari Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci atau Yang Maha Gaib, dan bersifat gaib. Kalau memang kita sebagai penganut Islam sejati, mari kita bersaksi bahwa gaib kita berupa Ruh merupakan sebagian dan bagian yang tidak terpisahkan oleh Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci.

Manusia mempunyai 2 sifat antagonis. Pertama Sifat baik. Sifat baik ini cerminan dari Ruh Suci yang merupakan sebagian, dan bagian yang tidak terpisahkan dari Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci. Oleh karena itu sesungguhnya manusia mempunyai sifat -- sifat ke Illahian layaknya sifat -- sifat Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci. Hendaklah kita memahami akan hal ini, dan bersaksi bahwa kedalam wadag manusia yang berbeda ditiupkan Ruh Suci yang sama kesuciannya. Dan kita wajib menjaga kesuciannya, agar sifat -- sifat baik inilah yang dapat mengendalikan atau menguasai sifat -- sifat buruk yang ada dalam diri manusia. Atau dengan kata lain manusia hendaklah dapat menjaga kesuciannya, sehingga dapat mengendalikan hawa nafsunya. 

Kedua Sifat buruk. Sifat buruk ini bawaan dari wadag, atau badan, atau jazad manusia yang tercipta dari sari patinya tanah baik berupa tumbuhan, dan binatang sehingga ketempatan nafsu yang 4 yaitu: amarah, aluamah, supiah, dan mutmainah, yang berkiprah atas kendali iblis, setan, dan sebangsanya yang selalu berusaha akan menyesatkan manusia dari jalan Allah. Karena itu hendaklah kita selalu ingat ( Jawa = eling ), dan waspada agar tidak memberikan ruang gerak kepada hawa nafsu untuk mengendalikan atau menguasai sifat baik manusia. Atau dengan kata lain, hendaklah manusia tidak dikendalikan oleh hawa nafsunya.

Surat Shaad ayat 26. Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa)di muka bumi, maka berilah keputusan ( perkara ) di antara manusia  dengan adil dan janganlah kamu mengikuti nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang - orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. 

Surat Yusuf ayat 53. Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. 

Begitulah konstitusional manusia yang sesungguhnya, sudah barang tentu bagi mereka yang percaya, dan meyakini serta ingin mengerti akan diri sejatinya diciptakan sebagai manusia. Mengingat pemahaman ini merupakan hal yang sangat mendasar atau sangat fundamental, sehingga Nabi Muhammad Saw. mengingatkan dengan sabdanya man arofa nafsahu faqod arofa Robbahu, yang dalam bahasa Indonesianya kenalilah dirimu niscaya mengenal Tuhanmu. 

Dari ayat -- ayat tersebut menunjukkan, apapun derajat, pangkat, dan status sosial ekonomi seseorang, serta apapun bangsa, suku bangsa, warna kulit, ras, bahasa, dan agamanya adalah karena kehendak Allah yang menciptakan, dan bukan keinginan manusia yang diciptakan. Karena kesemuanya itu, tidak lain hanyalah untuk menunjukkan Ke Maha Kuasaan Allah.

Jadi kalau kita mau mengingat perintah, dan petunjuk Allah ini dan mau dengan jujur menyadari dan mengakui, sesungguhnya manusia itu merupakan saudara kandung ibaratnya. Karena berasal dari Dzat yang Satu yaitu Dzat Yang Maha Suci, dan kembalinyapun ke tempat yang sama, yaitu ke Dzat Yang Maha Suci. Surat Yaasiin ayat 83. Maka Maha Suci ( Allah ) yang ditangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.

Kalau kita sudah meyakini konstitusional manusia ini, bukankah ini berarti bila kita berbuat baik kepada orang lain, sama saja kita berbuat baik bagi diri kita sendiri? Dan bila kita berbuat jahat kepada orang lain, sama saja kejahatan itu bagi diri kita sendiri? Bila kita menyadari akan hal tersebut, lalu apa gunanya kita berbuat jahat kepada orang lain? Tentunya akan lebih baik bila kita berbuat baik kepada orang lain, karena sesungguhnya perbuatan baik  kepada  orang  lain itu, hakekatnya adalah berbuat baik bagi diri kita sendiri.

Surat Al Israa' ayat 7. Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.

Mari dirasakan melalui roso pangroso, dan bersiap diri layaknya Gelas Kosong untuk mewadahi kebenaran sejati. Kalau setelah dikaji dan dirasakan memang seharusnya demikian, mari segera berhijrah meninggalkan pemahaman, dan kebiasaan lama. Kemudian memperbaikinya mulai saat ini juga sesuai dengan perintah, dan petunjuk-Nya mumpung masih punya waktu, dan kesempatan.

Yang perlu diingat, Ruh Suci  yang  ditiupkan  kedalam diri orang yang berbeda paham, dan berbeda keyakinan sekalipun adalah sama dengan Ruh Suci yang ditiupkan kedalam diri kita sendiri. Hendaklah kita tidak beranggapan bahwa Ruh Suci yang langsung berasal dari Yang Maha Suci hanya yang bersemayam didalam diri kita saja, atau yang bersemayam dalam diri orang - orang dari satu agama tertentu saja. Sedangkan Ruh Suci yang bersemayam dalam diri orang  yang  berbeda  agama  atau keyakinan,  dianggap berasal dari pandai besi lalu diperlakukan semena-mena, misalnya. Sudah barang tentu, anggapan seperti itu adalah jauh dari kebenaran.

Selanjutnya penulis mohon maaf kepada saudara - saudaraku pembaca budiman, karena contoh pengajian bertingkat ayat -- ayat Allah yang tertulis baru dapat penulis sajikan sampai disini dahulu, sedangkan contoh pengajian lebih lanjut dari sabda Nabi Muhammad Saw. baru akan penulis sajikan pada artikel selanjutnya. Sehubungan dengan hal tersebut  kepada saudara -- saudaraku yang serius, dan ingin mengaji atau mempelajari ayat -- ayat Allah yang tertulis (Al Qur'an) sebagai langkah nyata dalam memperbaiki diri demi meningkatnya derajat takwa, dan sekaligus mewariskan cara menggapai kebenaran sejati kepada anak -- cucu generasi penerus bangsa dimohon bersabar, dan tetap memposisikan diri layaknya Gelas Kosong untuk mengikuti artikel kelanjutannya dengan judul Manusia Tidak Sendirian. Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun