Hendaklah  dikaji dengan benar dan tepat kitab suci yang kita imani, sehingga kita dapat mengkristalisasikan makna hakiki yang terkandung didalamnya. Agar kita dapat melaksanakan sesuai dengan sifat dan kehendak-Nya. Mudah -- mudahan kita termasuk orang - orang yang diberi petunjuk, sesuai dengan keimanan kita.
Surat Maryam ayat 76. Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan amal -- amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya disisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya.
Dari ayat tersebut sudah jelas, bahwa Allah tidak membeda - bedakan umat manusia dari sisi agama yang dianutnya. Apapun agama yang dianutnya, Allah akan selalu memberi petunjuk dan pahala sesuai dengan keimanannya. Dan bahkan dijelaskan, Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk.
Surat Al Maa-idah ayat 106. Hai orang -- orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah ( wasiat itu ) disaksikan oleh dua orang yang adil diantara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang ( untuk bersumpah ), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah jika kamu ragu -- ragu : ( Demi Allah ) kami tidak akan menukar sumpah ini dengan harta yang sedikit ( untuk kepentingan seseorang ) walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami  menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang -- orang yang berdosa.  Â
Penulis ulangi penggalan kalimatnya, ..... atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu..... Begitu firman Allah, setiap agama dimata Allah adalah sama derajadnya atau sama mulianya. Tidak mungkin Allah memerintahkan orang kafir, menjadi saksi penganut Islam yang mau berwasiat, atau sebaliknya. Tinggal manusia penganutnya saja. Dapat melaksanakan perintah dan petunjuk Allah dengan benar, dan tepat sesuai keimanannya atau tidak. Jadi tidak sampai dipengakuan belaka.
Kebiasaan yang selama ini menganggap bahwa penganut agama selain Islam adalah kafir, sebaiknya dihilangkan kalau tidak ingin mendapat celaka. Karena, kalau kita selalu mengatakan demikian, sama saja sudah merasa bahwa dirinya lebih kuasa dari Yang Maha Kuasa. Allah saja memfirmankan, penganut agama lain untuk menjadi saksi penganut Islam atau sebaliknya. Kok bisa - bisanya kita penganut Islam, mengkafirkan penganut agama lain.
Surat Al Hajj ayat 40. ( yaitu ) orang -- orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata : Tuhan kami hanyalah Allah. Dan sekiranya Allah tiada menolak ( keganasan ) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara -- biara nasrani, gereja -- gereja, rumah -- rumah ibadat orang yahudi dan masjid -- masjid, yang didalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong ( agama )-Nya. Sesungguh nya Allah benar -- benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
Mari dirasakan melalui rasa yang merasakan ( Jawa = roso pangroso ), apakah pada tempatnya bila kita mengatakan penganut agama selain Islam adalah kafir? Orang Islam menyebut Tuhan dengan Alloh, silahkan. Orang lain misalnya Hindu menyebut Tuhan dengan Sang Hyang Widi Wase, silahkan. Penganut Kristiani menyebut Tuhan dengan sebutan Allah atau Tuhan Yesus, silahkan saja. Karena hakekatnya sama, yaitu sama- sama sebutan bagi Tuhan Yang Maha Esa. Toh kita sering mendengar ungkapan,"lakum dinukum waliadin". Kamu menyebut sesuai agamamu dan aku menyebut sesuai dengan agamaku, mengapa harus dipermasalahkan.
Bukankah hal ini, dapat diilustrasikan secara sederhana dan nyata. Orang Jawa menyebut saudara laki -- laki tuanya, kang atau kakang, mas atau kangmas. Orang Sunda dengan sebutan akang. Orang Jakarta dengan sebutan abang. Orang Padang dengan sebutan uda, silahkan saja. Andaikan suatu saat orang Jawa ke Padang, disana mendengar orang memanggil saudara tua laki -- lakinya dengan sebutan uda. Apa terus dengan serta merta si Jawa lalu mengatakan, mas itu salah yang benar mas bukan uda. Kalau hanya perbedaan cara penyebutan yang dipermasalahkan, bisa berantem terus. Meski sebutan berbeda, toh maknanya sama yaitu sama -- sama bermakna saudara tua laki -- laki. Apa kebiasaan seperti itu mau diteruskan tanpa dievaluasi, kemudian melakukan tindak perbaikan?
Dengan kejujuran, menurunkan gengsi dan mengedepankan bisa merasa. Hendaknya kita akui kekhilapan kita selama ini, dan mulai detik ini kita tinggalkan kebiasaan yang selalu menilai, mencela, dan mengolok -- olok orang lain. Karena boleh jadi, mereka yang diolok -- olok lebih baik dari pada mereka yang mengolok -- olok.
Surat Al Hujuraat ayat 11. Hai orang -- orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok -- olokkan kaum yang lain ( karena ) boleh jadi mereka ( yang diolok -- olokkan ) lebih baik dari mereka ( yang mengolok -- olokkan ) dan jangan pula wanita - wanita ( mengolok -- olokkan ) wanita -- wanita lain ( karena ) boleh jadi wanita -- wanita ( yang diperolok -- olokkan ) lebih baik dari wanita  ( yang mengolok -- olokkan ) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil -- memanggil dengan gelar -- gelar yang  buruk. Seburuk -- buruk panggilan ialah ( panggilan ) yang buruk sesudah iman. Dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang -- orang yang zalim.Â