Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Sarjana, Apoteker

Pendidikan terakhir, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta: Sarjana lulus November 1975, Apoteker lulus Maret 1977. Profesi Apoteker, dengan nama Apotek Sido Waras, sampai sekarang. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil tahun 2003, dengan jabatan terakhir Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Lampung Timur. Dosen Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA Universitas Tulang Bawang Bandar Lampung, Januari 2005 sampai dengan Desember 2015.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Microchips Manusia

11 Juli 2016   11:20 Diperbarui: 11 Juli 2016   11:28 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mari kita budayakan sekiranya akan mengeluarkan perkataan, dirasakan melalui rasa yang merasakan terlebih dahulu. Sekiranya perkataan yang dilontarkan akan dapat menyakiti hati orang lain, ya tidak usah dikatakan.

Bekal kedua, mari dibiasakan atau dibudayakan mengedepankan sifat pemaaf.  Tidak beranggapan, saling memaafkan hanya dapat dilakukan pada hari raya saja, sama sekali tidak. Pemberian atau permintaan maaf, dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun. Dilandasi rasa iklas lahir dan batin, bukan hanya sekedar basa basi dibibir belaka.

Dengan pembiasaan atau pembudayaan kedua hal tersebut, sama halnya dengan mendirikan shalat. Artinya kita selalu sadar dan ingat kepada Tuhan, secara terus menerus tanpa terputus. Ditandai dengan mewujud – nyatakan atau mengaktualisasikan sifat – sifat Yang Maha Suci dalam keseharian kita.

Kedua bekal tersebut merupakan kekayaan batiniyah, jadi bila dinilai dari sisi materi atau nilai kebendaan tidak ada nilainya.  Tetapi sebaliknya bila ditilik dari hasil perbuatannya, sangat besar nilainya dan tidak dapat dinilai dengan nilai kebendaan. Karena pembiasaan atau pembudayaan ini akan menghasilkan kesucian diri, kesucian jiwa dan kesucian hati kita.

Berbeda dengan pemberian sesuatu, yang bernilai kebendaan. Manakala saat memberikan kepada seseorang, sedikit saja melukai hati si penerima, akan merugi 2 kali. Pertama, rugi karena benda atau sesuatu yang diberikan tidak kembali. Kedua, rugi karena atas apa yang kita perbuat tidak mendapatkan manfaat apa – apa.

Kita harus punya rasa bangga dan bahagia, manakala dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Kapan saja dan dimana saja, tidak ditentukan waktu dan tempat khusus untuk berbuat. Tidak usah menunggu bulan ramadhan, alias setahun sekali baru berbuat. Bila  dapat berbuat demikian, mudah – mudahan perbuatan ini merupakan bekal ketiga yang dapat menyertai kembalinya Sang Suci kesisi Yang Maha Suci.

Kita sudah tidak asing lagi dengan ungkapan “innalillahi wa ina illaihi rojiun”, yang artinya bahwa seseorang yang meninggal dunia akan kembali ke asalnya. Disinipun kita harus sadar dan ingat, manusia terdiri atas 2 unsur besar. Oleh karena itu Sang Suci kembali kesisi Yang Maha Suci, disertai hasil perbuatannya, antara lain seperti tiga bekal tadi ( tidak berarti hanya itu saja ).

Sedangkan sang wadag karena berasal dari saripatinya tanah, kembali ketanah disertai selembar kain kafan. Dipinjamkan mobil jenazah atau dipikul, dibawa ke makam atau pekuburan, untuk dimakamkan atau dikuburkan. Kembali keunsurnya, berupa tanah, air, api dan udara / angin.

Kita harusnya meyakini, Tuhan telah menempatkan microchips (Siapa aku) sejak bertemunya sperma dengan sel telur, yang menentukan jodoh, mati dan rejekinya. Sekaligus alat perekam, untuk mendeteksi dan merekam  perbuatan manusia dalam melakoni hidup diatas dunia. Mari disimak kembali http://www.kompasiana.com/bangsayekti/siapa-aku-1_576796d4a423bd950f50934c

Benarkah? Mari kita ikuti ilustrasi ini. Karena terdakwa selalu berbohong dan berbelit – belit saat  menjawab setiap pertanyaan hakim, maka  diputuskan  untuk memutar rekam jejak terdakwa selama hidup diatas dunia.

Hakim Maha Agung meminta kali pertama kepada petugas, untuk memutar rekam jejak terdakwa dengan kode F 21, sesaat kemudian terdengar suara. Dan mereka berkata kepada kulit mereka : ”Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami ?” Kulit mereka menjawab : “Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai       ( pula ) berkata, dan Dialah yang menciptakan kamu pada kali yang pertama dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan” (F1=Surat Fushshilat ayat 21 ).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun