Sesungguhnya manusia adalah camat alias calon mati. Surat Al Baqarah ayat 28. Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidup kan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
Peristiwa kematian, mestinya dapat menjadi pengingat kita. Karena sekaya apapun, setinggi apapun derajat, pangkat dan jabatan seseorang. Kenyataannya sampai detik ini belum pernah kita melihat, ada orang yang meninggal membawa jabatan dan semua hartanya yang melimpah, keliang kubur.
Tidak usah mentang – mentang, dirinya menjadi pejabat; menjadi pengusaha dan lain – lain profesi yang sukses, lalu mobil dijejer dirumahnya sampai belasan biji. Kenyataannya setelah meninggal dunia, tidak ada satu kendaraanpun yang digunakan untuk mengantar jenazahnya ke kuburan. Bahkan untuk membawa jenazahnyapun, masih harus mencari pinjaman dari pihak lain dengan membayar.
Kenyataan tadi mudah - mudahan dapat menjadi pengingat dalam melakoni hidup dan kehidupan diatas dunia ini. Apa yang ada diatas dunia ini, hanya bersifat sementara dan kehidupan langgeng ada disisi Allah, Tuhan Yang Maha Suci. Kita harus yakin, sesungguhnya harta dan anak – anak sekalipun, tidak lain hanyalah merupakan cobaan atau ujian bagi kita.
Mari disimak surat Al Anfal ayat 28. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak – anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya disisi Allahlah pahala yang besar.
Demikian juga surat Al An’aam ayat 94. Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri – sendiri sebagaimana kamu Kami ciptakan pada mulanya, dan kamu tinggalkan dibelakangmu ( di-dunia ) apa yang telah Kami kurniakan kepadamu ; dan Kami tiada melihat besertamu pemberi syafa’at yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu–sekutu Tuhan diantara kamu. Sungguh telah terputuslah( pertalian ) antara kamu dan telah lenyap dari pada kamu apa yang dahulu kamu anggap sebagai sekutu ( Allah ).
Jangan kita beranggapan ujian Allah itu, berasal dari orang atau pihak lain. Karena sesungguhnya semua ujian atau cobaan itu berasal dari diri kita sendiri, yang sudah dibawa sejak dilahirkan ( Jawa=gawan bayi ). Disinilah berat dan sulitnya untuk mengobati, karena ujian itu sudah ada sejak manusia dilahirkan. Dan yang dapat mengobati, hanyalah diri kita sendiri, baru Allah mengabulkan.
Kalau apa yang telah dikaruniakan Tuhan, tidak dibawa kembali menghadap kepada Yang Maha Suci, lalu apa bekal yang harus dibawa saat menghadap kepada Yang Maha Suci? Sesungguhnya jawaban atas pertanyaan tersebut sangat mudah, tetapi pelaksanaannya yang tidak segampang mengucapkannya.
Mari kita kaji surat Al Baqarah ayat 263. Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima) Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.
Ayat ini menunjukkan, bekal pertama adalah perkataan yang baik. Baik kepada sesama mahluk ciptaan Tuhan dan atau khususnya kepada sesama manusia, apapun warna kulit, bahasa, suku bangsa dan agamanya.
Betapa eloknya, manakala setiap perkataan yang terlontar dari mulut seseorang itu dapat melegakan dan menyejukkan hati yang mendengarnya. Syukur bila setiap ungkapan kata yang terlontar dari mulut, disamping melegakan dan menyejukkan sekaligus merupakan do’a bagi yang mendengarnya.
Mari kita budayakan sekiranya akan mengeluarkan perkataan, dirasakan melalui rasa yang merasakan terlebih dahulu. Sekiranya perkataan yang dilontarkan akan dapat menyakiti hati orang lain, ya tidak usah dikatakan.
Bekal kedua, mari dibiasakan atau dibudayakan mengedepankan sifat pemaaf. Tidak beranggapan, saling memaafkan hanya dapat dilakukan pada hari raya saja, sama sekali tidak. Pemberian atau permintaan maaf, dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun. Dilandasi rasa iklas lahir dan batin, bukan hanya sekedar basa basi dibibir belaka.
Dengan pembiasaan atau pembudayaan kedua hal tersebut, sama halnya dengan mendirikan shalat. Artinya kita selalu sadar dan ingat kepada Tuhan, secara terus menerus tanpa terputus. Ditandai dengan mewujud – nyatakan atau mengaktualisasikan sifat – sifat Yang Maha Suci dalam keseharian kita.
Kedua bekal tersebut merupakan kekayaan batiniyah, jadi bila dinilai dari sisi materi atau nilai kebendaan tidak ada nilainya. Tetapi sebaliknya bila ditilik dari hasil perbuatannya, sangat besar nilainya dan tidak dapat dinilai dengan nilai kebendaan. Karena pembiasaan atau pembudayaan ini akan menghasilkan kesucian diri, kesucian jiwa dan kesucian hati kita.
Berbeda dengan pemberian sesuatu, yang bernilai kebendaan. Manakala saat memberikan kepada seseorang, sedikit saja melukai hati si penerima, akan merugi 2 kali. Pertama, rugi karena benda atau sesuatu yang diberikan tidak kembali. Kedua, rugi karena atas apa yang kita perbuat tidak mendapatkan manfaat apa – apa.
Kita harus punya rasa bangga dan bahagia, manakala dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Kapan saja dan dimana saja, tidak ditentukan waktu dan tempat khusus untuk berbuat. Tidak usah menunggu bulan ramadhan, alias setahun sekali baru berbuat. Bila dapat berbuat demikian, mudah – mudahan perbuatan ini merupakan bekal ketiga yang dapat menyertai kembalinya Sang Suci kesisi Yang Maha Suci.
Kita sudah tidak asing lagi dengan ungkapan “innalillahi wa ina illaihi rojiun”, yang artinya bahwa seseorang yang meninggal dunia akan kembali ke asalnya. Disinipun kita harus sadar dan ingat, manusia terdiri atas 2 unsur besar. Oleh karena itu Sang Suci kembali kesisi Yang Maha Suci, disertai hasil perbuatannya, antara lain seperti tiga bekal tadi ( tidak berarti hanya itu saja ).
Sedangkan sang wadag karena berasal dari saripatinya tanah, kembali ketanah disertai selembar kain kafan. Dipinjamkan mobil jenazah atau dipikul, dibawa ke makam atau pekuburan, untuk dimakamkan atau dikuburkan. Kembali keunsurnya, berupa tanah, air, api dan udara / angin.
Kita harusnya meyakini, Tuhan telah menempatkan microchips (Siapa aku) sejak bertemunya sperma dengan sel telur, yang menentukan jodoh, mati dan rejekinya. Sekaligus alat perekam, untuk mendeteksi dan merekam perbuatan manusia dalam melakoni hidup diatas dunia. Mari disimak kembali http://www.kompasiana.com/bangsayekti/siapa-aku-1_576796d4a423bd950f50934c
Benarkah? Mari kita ikuti ilustrasi ini. Karena terdakwa selalu berbohong dan berbelit – belit saat menjawab setiap pertanyaan hakim, maka diputuskan untuk memutar rekam jejak terdakwa selama hidup diatas dunia.
Hakim Maha Agung meminta kali pertama kepada petugas, untuk memutar rekam jejak terdakwa dengan kode F 21, sesaat kemudian terdengar suara. Dan mereka berkata kepada kulit mereka : ”Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami ?” Kulit mereka menjawab : “Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai ( pula ) berkata, dan Dialah yang menciptakan kamu pada kali yang pertama dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan” (F1=Surat Fushshilat ayat 21 ).
Masih ngeyel juga yang mulia ini, kembali Hakim Maha Agung meminta kali kedua kepada petugas, untuk memutar rekam jejak terdakwa dengan kode Y 65, sesaat kemudian terdengar suara. Pada hari ini Kami tutup mulut mereka ; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan( Y 65=Surat Yaasiin ayat 65 ).
Setelah mendengar kesaksian tersebut, yang mulia terdakwa tidak dapat berkutik lagi dan menerima hukuman setimpal dengan perbuatannya. Bagaimana? Meskipun seseorang tercatat sebagai orang terkaya dan pejabat tinggi sekalipun, dapatkah harta melimpah dan jabatan tingginya digunakan untuk membungkam sang saksi? Atau menyogok Hakim Yang Maha Agung? Tidak dapat!
Karena itu hendaklah kita sadar dan selalu ingat (Jawa=eling), dalam melakoni hidup diatas dunia yang hanya sebentar, ibarat orang mampir atau singgah minum saja. Hidup diatas dunia 100 tahun = 2,88 menit diakherat. Untuk mengingat silahkan menyimak kembali http://www.kompasiana.com/bangsayekti/hidup-di-dunia-sebentar-singgah-minum-1_575f8e8c177b61ef04215db3
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H