Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Sarjana, Apoteker

Pendidikan terakhir, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta: Sarjana lulus November 1975, Apoteker lulus Maret 1977. Profesi Apoteker, dengan nama Apotek Sido Waras, sampai sekarang. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil tahun 2003, dengan jabatan terakhir Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Lampung Timur. Dosen Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA Universitas Tulang Bawang Bandar Lampung, Januari 2005 sampai dengan Desember 2015.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kemenangan Paripurna (2)

10 Juli 2016   08:00 Diperbarui: 10 Juli 2016   09:02 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara tentang pakaian, inipun dapat dipergunakan untuk mengukur kemampuan berlaku adil, terhadap diri sendiri. Hakekatnya pakaian, pertama sebagai pembeda antara manusia dengan binatang. Kedua, pakaian untuk menutup aurat. Ketiga dan seterusnya pakaian itu untuk meningkatkan rasa percaya diri dalam pergaulan, mempercantik / memperkeren diri seiring dengan perkembangan mode pakaian terkini, dan lain – lain.

Pertanyaan. Apakah dengan pakaian yang sedemikian keren dan indah bagi sang wadag, secara otomatis juga memperkeren dan memperindah penampilan Sang Suci? Tidak, sama sekali tidak. Inipun luput dari pengamatan dan pengajian kita selama ini.

Memang benar pakaian itu indah, tetapi baru untuk sisi lahiriyah saja.  Selama ini, tampaknya kita terlena dan terbius oleh keinginan – keinginan sang wadag saja. Lupa akan keinginan, apalagi memberi pakaian keren dan indah bagi Sang Suci. Jadi dalam hal berpakaian, umumnya kitapun belum dapat berlaku adil terhadap diri sendiri.

Bila dicermati uraian dalam makna berwudhu tadi, seolah – olah kita akan berbuat saja  sepertinya sudah dibelenggu oleh diri sendiri. Memang benar! Perasaan seperti itu adalah wajar. Karena mengawali perbuatan baru dan berupaya meninggalkan perbuatan yang telah lama membudaya, tentu akan muncul perasaan seperti itu. 

Tetapi bila sudah melangkah dengan membiasakan hal – hal baik kedalam tingkah laku, perbuatan dan tutur kata  dalam keseharian, insya - Allah perbuatan baik itu selanjutnya akan keluar secara spontan. Tanpa ada rasa berat, yang membelenggu atau membebani perasaan kita.

 “ Hidup karena kebiasaan”. Mari kita mulai membiasakan atau membudayakan perbuatan baik, sesuai dengan apa yang telah diniatkan atau dijanjikan, walau hanya satu kata sekalipun. Insya-Allah dengan pembiasaan ini, secara bertahap dan pasti akan dapat mewujudkan satunya kata dengan perbuatan. Muara akhirnya akan membentuk diri, menjadi insan yang bertaqwa. Insya-Allah. 

Taqwa inilah merupakan pakaian yang paling baik dan paling indah, diantara jenis pakaian yang dikenakan sang wadag. Surat Al A’raaf ayat 26. Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah  menurunkan kepadamu pakaian untukmenutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda – tanda  kekuasaan Allah, mudah – mudahan mereka selalu ingat.                                 

Mari dirasakan kemudian berhijrah, agar kita dapat berlaku adil kepada diri sendiri. Apabila pakaian yang dikenakan telah dapat memperindah penampilan kedua unsur  pembentuk  manusia,  berarti  kita sudah dapat berlaku adil terhadap diri sendiri.

Perbuatan adil sebagaimana uraian tadi, bila telah mampu diamalkan atau diwujud – nyatakan kedalam tingkah laku,  perbuatan  dan  tutur kata sehari - hari, merupakan pengejawantahan sifat dan kehendak Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa. Atau dengan kata lain, kita telah mampu mengendalikan hawa nafsu dan sekaligus mengejawantahkan sifat-sifat ke-Illahian diri kita sendiri. Insya-Allah.

Mudah-mudahan suka cita dan kebahagiaan dalam menyambut Hari Kemenangan tahun 1437 H bertepatan dengan tanggal 6 Juli 2016, benar – benar dapat dirasakan secara paripurna. Artinya ungkapan rasa suka cita dan bahagia yang diwujudkan dengan makanan dan pakaian yang serba-serba tadi, benar dirasakan oleh lahiriyah dan batiniyah kita. Insya-Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun