Ia menjadi pergunjingan di kampung. Abahnya tak senang. Tabiatnya bukan macam perempuan Melayu. Mutiara tak ambil pusing. Ia hanya memperturutkan hati. Bila sudah tak senang dengan satu lelaki, dicarinya lagi lelaki lain. Ia mencari cinta sejati. Cinta yang tak membuat bosan.
Jamal ingin membantah. Manalah ada cinta yang tak terselip rasa bosan. Secinta-cintanya ia kepada Soraya dahulu, sesekali rasa bosan melanda. Tapi Jamal tetap diam. Ia hanya mengerjapkan mata, dan tersenyum. Mutiara pun tersenyum, lalu melanjutkan.
Suatu malam ia bermimpi. Di dalam mimpi itu ia berjumpa dengan seorang lelaki yang tak ia ingat rupanya. Lelaki itu meludahi wajahnya lalu berseru, "kau memang pantas diludahi." Mimpi yang aneh, dan sedikit menakutkan.
Jamal tersengat. Bagaimana mungkin ada kebetulan macam begini dalam hidupnya? Mutiara melanjutkan.
"Semula saya anggap itu hanya mimpi. Bunga tidur." Mutiara menarik dan melepaskan napas agak panjang.
"Tapi mimpi yang serupa muncul empat kali lagi."
Kacau hatinya. Ia takut ada hal buruk yang akan terjadi. Kata emaknya, mungkin ia sedang ditegur Tuhan. Mungkin juga. Untuk menenangkan hati, ia minta izin abahnya untuk sementara tinggal bersama Pakcik di Kijang.
"Saya tak sangka, saya malahan diludahi di Kijang ini."
"Mm...maafkan saya." Akhirnya dapat juga Jamal berucap kata.
 "Tak apa Bang. Saya berterima kasih. Saya memang pantas diludahi."
Mutiara tertawa kecil. Jamal tersenyum pahit.