Mohon tunggu...
Abdullah Muzi Marpaung
Abdullah Muzi Marpaung Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pejalan kaki

Tak rutin, tapi terus...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sang Perdana Menteri

11 September 2020   16:57 Diperbarui: 11 September 2020   16:55 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai calon independen, semestinya aku leluasa untuk memilih menteri. Aku tak berutang apa-apa kepada satupun partai politik. Tapi, kenyataannya tidak. Aku merasa seperti ada kekuatan besar yang tak kasat mata yang mengendalikanku. 

Apa lagi, aku masih sangatlah hijau di dunia politik. Aku tak banyak tahu tentang rekam jejak para calon menteri. Semula aku berharap para anak muda pengusungku dapat membantuku memberikan masukan. Tetapi sejak aku terpilih, tampaknya akses mereka kepadaku dibatasi oleh protokoler yang entah memang begitu atau sengaja diada-adakan.

Beberapa hari lalu aku dipaksa untuk menghadiri suatu pertemuan rahasia yang membuatku terkejut, lalu terhempas tak berdaya. 

Dalam pertemuan itu hadir kedua calon kuat yang kukalahkan dalam pemilihan tempo hari. Mereka tampak sangat akrab. Padahal, aku sendiri merasakan betapa kerasnya perseteruan mereka saat pemilihan. Ada apa sebenarnya ini gerangan?

"Selamat, Saudara Tino Tajupat yang terhormat atas terpilihnya Anda sebagai perdana menteri. Akan tetapi, harap Saudara mengerti kamilah yang menentukan merah, hijau, biru, kuning negeri ini," ucap salah seorang dari mereka.

Aku terhenyak. Berani betul mereka. Ada rasa marah yang mungkin dapat mereka tangkap dari air mukaku. Mereka tersenyum sinis.

"Anda ini terlalu lugu," ujar seorang yang lain.

"Anda kira, Anda ini siapa? Dan anak-anak muda itu....sama lugunya dengan Anda. Mereka pikir, mereka hebat dapat dengan mudah mengumpulkan banyak uang masyarakat untuk kampanye Anda. Uang masyarakat dari mana? Uang kami semua itu!"

Aku tersentak. Secara detail mereka ungkapkan aliran dana yang sampai ke timku, anak-anak muda itu. Mereka punya semua dokumen lengkap. Semua dana itu berasal dari sumber yang sama: dari saku beberapa pengusaha papan atas negeri Angin Tenggara, lewat berbagai jalur yang berbelit.

Mereka menceritakan pula bahwa ide calon alternatif itu berasal dari mereka juga. Perseteruan kedua kubu semakin tajam dan berpotensi membahayakan. 

Maka, perlu dicarikan jalan lain yang lebih tenang. Aku tak tahu apakah benar begitu atau mereka berdusta. Tapi, semua yang mereka katakan, masuk akal. Aku pun sempat menyimpan rasa heran mengapa popularitasku cukup cepat melesat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun