Mohon tunggu...
Bang Kemal
Bang Kemal Mohon Tunggu... -

Acuan kerangka awal, pelajaran SD/SMP, berpancasila. Hehe...seorang awam yang mau belajar. Terima kasih Kompasiana, Terima kasih Netter se-Indonesia. Mari berbagi........... dalam rumah yang sehat dan SOLID.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dialog Sepi

24 Juni 2011   15:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:12 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sayang, engkau sebutkan satu huruf

panas bagai bijih emas melebur

yang memisahkan warna kaku sendu

sebab kemurnian ilusi tiada henti melangkahi waktu

ingin ku tutupi media bara tanpa bulir keluluhanmu

---

Sayang, ku katakan itu mencekam dalam sepi

debaran bagai badai badai hujan api

yang menyentuh taman mimpi mimpi elegi bersemi

sebab teriakanmu pasti terhenti, gugur bersama daun mizan

ingin ku tutupi selamanya ketelanjangan benak

nosi nosi di ujung malam

---

Jangan pergi, sebelum api unggun ini memesona

sebelum hujan raungkan tangisan bersama doa doa

sebab bukankah aku bertelut junjungkan dulimu?

sebab bukankah engkau berjalan dengan parafrasaku?

lalu sunyi kian merantai tanya tanya lelaku?

---

Tidak sayang, aku hanya bagian dari bahasa jiwamu

engkau bagian dari aliran darah pembuluh makna

sebab hakim agung adalah hati nurani kita tanpa tabir

bukan ilusi, bukan larik larik alam semesta semata

bahagia itu akan sekarat dalam cekaman kelam,

merintih, menahan, tiada kan terhenti

---

Lancang dan culas engkau,

aku tidak pernah iba hanya karena irisan kata kata mega

sampai ujung pandangan adalah raga dugamu berlalu

sebab aku bebas dari kurungan awan seribu majas para penutur

akulah penentu, akulah sang kreator, akulah pemenang,

akulah komposer di menara aksara

---

Buka semua helai amarahmu kalau begitu, aku suka

lalu muka muka pencuri kejujuran bersembunyi, senandung dalam adagio

rengkuh malu dalam sangka, menari nari,

mengikuti liukan bayangan hitam lidah api

tutup segala tiba indera, membuta, tuli, kosong, tanpa harapan,

absurd itu adalah biasa

tapi sukaku muskil terbunuh oleh tajamnya seribu lensa ikonis

---

Sahabat Terkasih,

Palung jiwaku sesungguh palung jiwamu

Sepimu sepiku

Aku ada di belakang kegelapanmu

Engkau pun tidak sendiri

Semoga Maha Harapan tidaklah terlambat

Maafku lama berdiri menanti suaramu

------------

Catatan :

Diambil dari blog pribadi

Terinspirasi dari canda jiwa "Anda, Anda, Anda" dalam sebuah surat, tertuang kembali tanpa kata-kata itu.

Mari berpuisi dan menabrak iklan, ups....

Youtube :   http://www.youtube.com/watch?v=9baS0ocm9uo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun