BPJS Kesehatan mengumpulkan iuran dari masyarakat tidak serta merta untuk kepentingan jangka pendek saja. Ada kepentingan jangka panjang yang senantiasa diperjuangkan oleh program JKN lewat BPJS. Menurut hasil penelitian Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) yang dimuat oleh Kompas.com, program JKN yang dijalankan oleh BPJS ini telah berkontribusi banyak dalam pembangunan kesehatan Indonesia.
Tercatat dalam laporannya selama 2014, program JKN berkontribusi dalam industri kesehatan sebesar Rp.4,4 Triliun, obat-obatan Rp.1,7 Triliun, lapangan kerja di bidang kesehatan Rp.4,2 Triliun, dan pembangunan rumah sakit sebesar Rp.8,36 Triliun. Sehingga jika dihitung, maka total kontribusi JKN untuk pembangunan sektor kesehatan sebesar Rp.18,66 Triliun. Nilai ini tentu saja bakal terus meningkat, seiring semakin bertambahnya jumlah peserta BPJS.
"Jadi, jika ada tetangga ibu yang kebetulan tidak memiliki KIS karena sudah mampu membayar iuran, tolong bilang saja, bayar iuran BPJS ini hitung-hitung berbuat amal membantu orang,"
Ibu-ibu ini mengangguk.
Tapi ada salah seorang ibu yang kebetulan ikut dalam pembicaraan kami dan bertanya.
"Pak, saya dengar peserta BPJS sering dipersulit bahkan ditolak oleh pihak rumah sakit, benarkah begitu?" tanyanya.
Ibu-ibu yang lain sepertinya setuju dengan pertanyaan tersebut. Pertanyaan ini sepertinya sangat mewakili mereka. Dan sejurus kemudian, mata mereka terfokus pada saya, menanti jawaban yang memuaskan.
Perihal penolakan pasien peserta BPJS oleh rumah sakit sebenarnya perlu diklarifikasi lebih lanjut. Pasalnya, jika ada rumah sakit yang tidak mau menerima pasien peserta BPJS, maka ijinnya bakal dicabut oleh pemerintah. Memang pernah ada protes dari rumah sakit swasta yang menolak pasien BPJS tersebab aturannya belum disinergikan pada tahun kemarin. Namun mulai tahun sekarang, kondisinya berangsur-angsur membaik.
"Hanya memang jika kita peserta kelas 3, maka kita bakal mendapatkan layanan kesehatan sesuai dengan kepesertaan yang dimiliki," jawab saya.
Penutup
Ada banyak orang serupa Yati dan ibu-ibu disini, yang tak paham akan deretan perlindungan sosial dan jaminan kesehatan yang diselenggarakan pemerintah. Dan jika mereka mendapati pemahaman, mereka tahunya bahwa apa yang mereka dapatkan pun serta merta dari dana pemerintah. Sementara di sisi yang lain, pembayar iuran bulanan di BPJS merasa mereka memberi uang di loket untuk kepentingannya sendiri. Bahkan ketika ada salah satu peserta yang sakit, mereka merasa bahwa biaya yang dibayarkan oleh BPJS adalah uangnya, bukan uang iuran bersama.