Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Desainer

21 Juli 2024   23:13 Diperbarui: 21 Juli 2024   23:29 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Papa memberengut keras sedang ibu senyum di kulum.
Kau harus mengambil jurusan IPA! Bicara papa menggema.

Saya yang naik kelas dua SMA memandang muka papa dan ibu bergantian.
Saya memilih IPS papa! Ujar suara saya meski menyurut,

Itu ganjil! Kepalamu jenius, lihatlah angka rapormu sembilan semua! Kau anak IPA, titik! Tegas papa batu.
Saya suka menggambar papa! Saya bergeming, dan ibu menatap tajam ke kedua lawan bicaranya.

Sudahlah! Biarkan Andre memilihnya, sayang! Rajuk ibu ke papa. Lengan indah ibu melingkar di pinggang lelaki batunya, dan siapa yang tak tahan oleh rayuan ibu?

Papa mendingin seketika, mengangkat bahunya sembari pingin mesra saja ke paras ibu yang selalu membikinnya klepek-klepek.
Saya yang sudah menduga endingnya kerna ada ibu yang cantik, saya bergembira di dalam kalbu.

Kelak saya akan menjadi desainer hebat, ibu, papa! Jelas saya.
Keren! Ibu berkata, tetapi papa diam saja, mungkin masih trans kena rayuan ibu.

Saya suka Mey! Kata saya spontan.
Mey? Kedua tuaku berbareng bertanya, saya mengangguk.
Perempuan kurus itu? Ibu meyakinkan.
Hmm...Mey di kelas lain, tapi jika dia menggambar, picturenya hidup seperti desainer! Jelasku.

Kedua laki-bini itu menggut-manggut. Memang Mey pernah saya ajak main ke rumah dan dia sempat bincang dengan ibu dan papa. Kala itu kami bertukar fiksi desain, dan jemari Mey keren banget, garisan picturenya seperti penari dan dia banyak membuat desain fashion yang mengagetkan dan berbeda.

Lalu kami makin dekat, karena kami sama-sama introvert, tidak berteman tapi berkhayal, sehingga satu-satunya yang indah buat saya adalah Mey,

 Satu saat yang saya rasa penting, dia mengirimi saya rancangan pakaian bayi yang baru lahir. Begitu fame dan tidak biasa.

Lalu kami bersua kerna sudah mulai ada rindu di saat fajar menyingsing sebelum mulai kelas.
Kenapa? Tanya saya.
Aku mendesain jubah bayi yang baru lahir! Jelas Mey tersipu elok.

Kembali saya meneliti image itu di gajet saya, sebuah pola baju bayi yang begitu ceria, berwarna biru seperti sayap burung liar yang kalem.

Kenapa bayi?
Itu bajuku waktu aku lahir, Andre!
Whats?
Ya, aku pikir aku sudah mendesainnya tak lama sebelum aku lahir! Kata Mey merenung.

Namun saya kurang menanggapinya, mungkin si Mey sedang terhanyut dalam desain fashion mahluk mungil itu.

Lalu kami sekolah sampai lulus. Dan membuat hati saya mematah, adalah saat Mey memutuskan tidak berkehendak melanjut kuliah fashion design. sementara saya sudah kadung berjanji pada ortu untuk kuliah ke Paris.

Kenapa?
Aku akan mendesain autodidak!

No, Mey! Kau harus meningkatkan sense dengan kuliah ilmu desain! Pinta saya.
Tidak Andre, aku akan punya lebih banyak waktu untuk mendesain hidupku sendiri! Jelas Mey.

Lalu kami harus berpisah, dan Mey menangis, waktu itu di bandara tiga dan saya otw Paris. Saya memeluk tubuhnya yang kurus. Sudahlah Mey! Don't you cry to night, I still love you baby! Bujuk saya menenangkan seperti Guns n'Roses.

Meskipun hati saya juga break,  tapi saya minta Mey bersabar sampai saya tamat master.

Kau tak perlu memaksakan, Andre! Biar saja mengalir! Katanya lirih. Lalu saya goodbye kepada perempuan langsing semampai itu dengan harapan yang menggumpal sepulang dari kota Paris kelak.

Lalu mulai periode LDR, tapi selama kesibukan saya begadang kuliah Mey sangat jarang membalas chat saya, hanya sesekali saja. Dia mengisyaratkan dia begitu konsen dan penuh kontemplasi katanya. Sehingga kami mulai langka berkomunikasi, meski tetap membikin saya masjgul.

Hingga tahun ketiga, saya menerima image dari Mey, sebuah desain baju pengantin yang menakjubkan. Cemerlang seperti warna burung merak, ungu dan hijau, desain gaun  yang dilengkapi dengan kerudung panjang pernikahan seperti ratu. Fashion design yang master, yang saya pikir sayapun sulit menggapainya meski saya studi di Paris.

Apakah untuk kita, Mey? Balasku  gederasa.
Aku mengambarnya saat malam tiba, ketika lampu lampu kristal berpendar! Mey hanya menjawab begitu. Lalu kembali sepi, dia tak berkirim berita lagi.

Sampai tahun keempat saya selesai PhD desain, saya pulang kembali ke tanah air. Langkah saya berburu sementara batin saya berdegup kencang. Berharap untuk segera bisa bertemu kekasih hati saya, Mey, untuk meminta dia menjadi pendamping hidup saya.

Papa dan ibu saya terlihat menanti di ruang arrival terminal tiga, sekelar kustom, saya berlari memeluk kedua orang terhormat itu. Bertigaan kami berpelukan ketat melepas rindu.

Setelah reda saya bertanya kepada mereka.
Bagaimana kabar Mey, papa dan ibu? Tanya saya antusias.

Serentak wajah mereka menyurut seperti senja. Saya menatap kedua orang terdekat saya ini dengan rasa yang sudah saya kenal selama hidup saya.

Ada apa dengan Mey? Tanya saya berfirasat.
Saya tatap kedua mereka, di wajah ibu ada butiran bening yang segera turun, lalu dia mendekap saya.

Mey, telah mendesain hidupnya nak! Suara ibu tercekat di lehernya. Sementara papa mengeluarkan print out picture. 

Waktu itu Mey memohon untuk memberikan ini kepadamu Andre! Terang papa sedih.

Saya membuka gambar dan langsung saya tahu desain picture tangan Mey yang saya kenal khas. Saya menelusuri sebuah skets desain fashion yang khidmat dan tenang, namun terasakan dingin.

Warna fashion terlihat seperti bulu dan putih seperti awan. Sebuah fashion kain kafan untuk orang yang sudah meninggal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun