Papa memberengut keras sedang ibu senyum di kulum.
Kau harus mengambil jurusan IPA! Bicara papa menggema.
Saya yang naik kelas dua SMA memandang muka papa dan ibu bergantian.
Saya memilih IPS papa! Ujar suara saya meski menyurut,
Itu ganjil! Kepalamu jenius, lihatlah angka rapormu sembilan semua! Kau anak IPA, titik! Tegas papa batu.
Saya suka menggambar papa! Saya bergeming, dan ibu menatap tajam ke kedua lawan bicaranya.
Sudahlah! Biarkan Andre memilihnya, sayang! Rajuk ibu ke papa. Lengan indah ibu melingkar di pinggang lelaki batunya, dan siapa yang tak tahan oleh rayuan ibu?
Papa mendingin seketika, mengangkat bahunya sembari pingin mesra saja ke paras ibu yang selalu membikinnya klepek-klepek.
Saya yang sudah menduga endingnya kerna ada ibu yang cantik, saya bergembira di dalam kalbu.
Kelak saya akan menjadi desainer hebat, ibu, papa! Jelas saya.
Keren! Ibu berkata, tetapi papa diam saja, mungkin masih trans kena rayuan ibu.
Saya suka Mey! Kata saya spontan.
Mey? Kedua tuaku berbareng bertanya, saya mengangguk.
Perempuan kurus itu? Ibu meyakinkan.
Hmm...Mey di kelas lain, tapi jika dia menggambar, picturenya hidup seperti desainer! Jelasku.
Kedua laki-bini itu menggut-manggut. Memang Mey pernah saya ajak main ke rumah dan dia sempat bincang dengan ibu dan papa. Kala itu kami bertukar fiksi desain, dan jemari Mey keren banget, garisan picturenya seperti penari dan dia banyak membuat desain fashion yang mengagetkan dan berbeda.
Lalu kami makin dekat, karena kami sama-sama introvert, tidak berteman tapi berkhayal, sehingga satu-satunya yang indah buat saya adalah Mey,
 Satu saat yang saya rasa penting, dia mengirimi saya rancangan pakaian bayi yang baru lahir. Begitu fame dan tidak biasa.