Pada hari berikutnya ketika saya melewati pintu kayu kedai kopi, saya tak melihat gadis cantik itu. Hanya tertinggal bangku kosongnya dan atmosfir sejuk yang tenang untuk menikmati sore terbenam. Yang ketika mentari turun melewati saya dan mulai memerahkan dinding kedai yang kali ini tampak lebih tajam merahnya. Saya pun menikmatinya dan tak berhasrat lagi membuat puisi dua matahari terbenam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!