"Terus harus kemana lagi yach?" aku bertanya lebih kepada diriku sendiri.
"Coba tanyakan ke Kompasiana, Om.." Indi memberi ide. "Wah, bener juga tuh.. terima kasih Indi" jawabku, terus ngeloyor ke Kompasiana. Lalu saya berselancar di blognya, mencoba mengontak kompasioner teladan untuk mencari info. Namun lagi lagi nihil, tak ada jejak yang bisa ditelusuri, dan aku membawa kembali pulang misteri novel berjudul 'Berdamai dengan Kasihan' ini.
Saat malam hening, aku memberanikan diri untuk meneruskan membaca novel yang kemarin terhenti. Berpuluh halaman pun aku lalap dengan berat hati kerna jalan cerita yang kian serupa dengan jalan hidupku.Â
Bercerita lebih dalam tentang akhir kisah seorang perempuan yang meninggal kerna ghosting lelakinya, sementara sang lelaki pada akhirnya begitu menyesali kelakuannya. Sampai dilembar terakhir aku berhenti membacanya, tak ingin membaca tentang nasib lelaki ini diakhir cerita.
Hingga keesokan hari ketika matahari sedang dalam perjalan pulang, mentari yang frustasi kerna harus menyerahkan cahayanya kepada malam, Â lalu menempatkan ku menyendiri di tepi rel ujung stasiun kereta yang mulai sunyi.Â
Novel itu masih ku genggam erat sementara aku tak berkehendak membaca halaman akhir cerita tentang nasib lelaki di dalam novel itu.
Apakah sama dengan diriku yang telah pasrah di tepi rel baja kereta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H