"Wangi mereka begitu berbeda moms, dikantor dan di luar kantor"
"Kamu aneh, puteraku" jawab moms mulai bergaris wajah ngambeknya sambil menggeleng.
"Sudahlah ibu. Tetaplah percaya, aku masih usaha menemui pujaan hati kelak.." Gondo kembali menyodorkan lembut roti selai nanas favorit sang mother, buat mengambil hati.
"Sakarepmulah le.. ingat ibu sudah memasuki masa kolot loh. Cepatlah berpasangan dan beranak pinak. Ibu kepingin banget menimang cucu.." sang ibu kembali ke fase baper dan mulai meluluhkan linangan air mata tuanya.
"Okeh, mama. Jangan menangis, Gondo akan lebih serius mencari perempuan dan membawanya segera kehadapan bunda sebagai mantu.." Penuh cinta, Gondo menghampiri dan mendekap ibundanya yang masih sesenggukkan.
"Cepatlah anakku, sebelum aku seda.." sang ibu begitu depress berucap pelan. Membuat Gondo merasa bersalah belum bisa memenuhi amanat bunda terkasih. Dan Gondo harus segera mencari pujaan hati sesuai alam pikiran dan hatinya dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat singkatnya.
Dia pun pamit sambil mengecup kening mamanya, untuk pergi bekerja di pagi yang sedikit menjadi mendung, semendung hati Gondo.Â
Sementara mamanya hanya memandangi sendu langkah kepergian sosok puteranya Gondo meninggalkan pintu besar rumah mereka dan mendengar sayup kenalpot racing moge Gondo menderu, untuk melesat terbang.
Tinggallah sang moms, memandangi kursi kosong dihadapannya, seperti setiap pagi yang dilakukannya dan yang memang hanya itu yang bisa diperbuatnya. Menatap bangku kosong di setiap pagi yang panjang di kesendirian.
Lalu hari berganti hari dan lanjut berganti bulan, Gondo tak pula kunjung memberikan tanda jelas untuk berpasangan menghadirkan calon mantu kepada moms, meletakkan pagi ke pagi yang serupa, meratapi kursi kosong  dilepas fajar seorang  diri.Â
Moms nampak berpasrah hati untuk tidak terlalu memaksakan kehendak jika memang sudah kehendak yang diatas yang mungkin terbaik buat putranya.Â