Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hembusan Kematian

13 Mei 2020   06:46 Diperbarui: 13 Mei 2020   06:55 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan segera Ferguso berlalu cepat, meninggalkan rumah dan kampungnya menembus ke kelaman malam. Sementara belum pula sepersepuluh perjalanannya, Ferguso gelisah seperti mentok harus kemana arah. 

Meski dia yakin akan tujuan kalbunya namun dia bingung mesti memulai langkahnya dari mana. Kemana tempat yang harus ditujunya? 

Ferguso menjadi limbung mau ke kiri, ke kanan atau lurus kedepan, tetapi yang jelas dia pantang untuk berbalik kebelakang. Dia tak lagi sudi untuk meraih kembali rumahnya, bahkan untuk mendekatinya pun.

Ditengah sepinya jalan batas desa yang temaram rembulannya, Ferguso melihat sesosok bayangan berjarak sedikit jauh di mukanya. Sosok itu terlihat gontai, langkah kakinya tidak lempeng, berkeliuk hendak ambruk seperti tak mampu menahan bobot tubuhnya. 

Dengan sisa tenaga tuanya Ferguso mencoba berlari semampunya, untuk mengejar bayang didepan matanya. Tak lama sosok itu berhasil digapainya.

"Hai, bapak? Ada apa gerangan berjalan sepi sendiri?" Ferguso berbasa basi baku. Sosok itu berhenti dan menoleh, mencari suara dari balik punggungnya, matanya kriyep kriyep menguak kegelapan. 

"Siapakah kisanak?" suaranya berat.

"Kenalkan saya Ferguso dari kampung utara" sambil menjulurkan lengan, yang disambut oleh teman baru dengan jabat erat. 

"Ah! Sukurlah, aku menemukan kawan, namaku Pedros dari kampung selatan" suaranya yang masih ngebas. Mereka berjabat sambil berpandang mata, seakan mengukur segala tanya yang timbul di masing masing otak kepalanya. 

Ferguso menatap kawan barunya yang ternyata tak lebih tua  selayak dirinya, berkeriput, sama saja dengan kulit roman wajahnya. "Setujukah kita berjalan bersama?" Ferguso merayu sedikit. 

"Silakan". Lalu mereka berjalan sejajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun