sedikit kilas balik, pada tahun 1991-1993 ada perjanjian antara pengembang ruko-ruko HGB dengan pemkot dimana saat membangun ruko-ruko yang jumlahnya lebih dari 200 unit ada sekitar 59 unit diserahkan hak kelolanya kepada pemkot. artinya pemkot berhak menarik hak sewa atas ruko tersebut baik tiap bulan atau tiap tahun tergantung perjanjian sewa antara pemkot dengan penyewa.
lalu ada beberapa pasal dalam perjanjian dengan pengembang yang di pelintir sedemikian rupa untuk menakut-nakuti pemilik ruko yang buta hukum. pasal perjanjian ini dituang dalam Perjanjian Kerjasama antara Pemkot Bandarlampung dengan pengembang pasar. Dalam SK Walikota No: 102/BG.IV/HK/1991 tentang PKS pasal 16, ayat 1 menyebutkan, setelah jangka waktu 20 tahun bersamaan dengan habisnya HGB maka tanah dan bangunan dikelola pihak ke-dua sebanyak 59 unit langsung beralih ke pihak pertama (Pemkot Bandarlampung) tanpa ada proses tertentu maupun persyararatan lain yang menjadi beban pihak pertama.
Jadi sebenarnya pemkot hanya berhak atas 59 unit ruko dan bukan keseluruhan kawasan sesuai perjanjian tersebut. Tapi hal ini disembunyikan oleh pemkot. Lalu mereka membuat suatu skenario licik untuk memeras para pemilik ruko diluar 59 unit milik mereka sendiri. Padahal mereka sudah mengetahui adanya pembayaran perpanjangan HGB ruko-ruko baik dipasar tengah, pasar ayam dan pasar panjang dimana uangnya masuk ke rekening negara melalui BPN tetapi tidak digubris oleh pemkot. Secara berkala mereka membuat surat edaran dan surat peringatan kepada para pemilik ruko-ruko bahwa perpanjangan HGB hanya boleh dilakukan bila masa sisa HGB tinggal 2 tahun padahal sebaliknya menurut menurut PP No. 40 1996 Pasal 27 ayat 1 : Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan atau pembaharuannya diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut atau perpanjangannya.
Pasal ini dipelintir seakan-akan pemilik ruko terlalu cepat membayar sehingga harus dibatalkan tetapi yang terjadi malah sebaliknya, dalam PP no. 40 tahun 1996 tidak dijelaskan waktu paling cepat untuk melakukan perpanjangan HGB, bisa 3, 4, 5 atau 6 tahun sebelum masa berakhir, hanya diatur selambat-lambatnya dua tahun sebelum masa berakhir, dan apabila tidak membayar HGB untuk kedua kalinya maka ruko akan menjadi milik pemkot sesuai perjanjian pemkot dan pengembang diatas.
Mulainya Rencana Jahat
Melalui surat edaran tersebut Herman hn melakukan pembatalan HGB yang sudah dibayarkan tahun 2008- 2009 dengan alasan dibayar terlalu cepat, hanya boleh dibayar 2 tahun sebelum masa berakhir dan yang terakhir ia mengatakan tidak ada aliran uang masuk ke pemkot dari pembayaran HGB padahal pembayaran HGB memang tidak melalui pemkot melainkan masuk ke kas negara melaui BPN(Badan Pertanahan Negara). semua alasan yang dibuat pemkot berbelik-belik dan mengacaukan pikiran para pemilik ruko tetapi tetap pada intinya bahwa walikot herman hn tetap bersikeras ingin menarik uang HGB untuk kedua kalinya dengan seribu satu cara.
Setelah itu Herman Hn mengeluarkan Peraturan Wali Kota Nomor 96. A Tahun 2012 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Penetapan Kewajiban Atas Pemegang Hak Guna Bangunan Di Atas Tanah Hak Pengelolaan Lahan Pemerintah Kota Bandar Lampung, akan tetapi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 188.34/8880/SJ tentang Klarifikasi Peraturan Walikota, Peraturan Wali Kota Nomor 96. A Tahun 2012 sebenarnya sudah dibatalkan.
Foreplay berupa surat edaran
Selanjutnya, setelah serangkaian edaran pemkot yang berisikan ancaman dan pembatalan pembayaran HGB, surat edaran berikutnya berisikan seruan pembayaran HGB untuk kedua kalinya. tetapi kali ini bukan masuk ke kas negara melalui BPN melainkan langsung masuk ke rekening Pemkot dan yang lebih mengejutkan lagi adalah besaran nilai HGB yang tidak masuk akal. Bila tahun 2008-2009 para pemilik ruko membayar sekitar 20-25 juta per ruko maka kali ini naik menjadi 180 juta hingga 250 juta per ruko tergantung zona A, B atau C dimana zona-zona tersebut tidak ada dasar hukumnya dan lebih cenderung merupakan hasil imajinasi atau halusinasi sang walikot itu sendiri.
Para pemilik ruko memberanikan diri untuk mengadukan kasus ini ke Mendagri dan terbitlah dua surat dari mendagri yakni :
surat Mendagri kepada walikota Bandarlampung tertanggal : 16 November 2011 nomor : 188.34/4557/SJ yang menyatakan bahwa berdasarkan kajian Tim, beberapa materi dalam peraturan walikota dimaksud bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku dan sebagainya. lalu surat kedua dari Mendagri kepada walikota Bandarlampung tertanggal : 20 desember 2013 nomor : 188.34/8880/SJ juga menyatakan bahwa peraturan walikot bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi dan seterusnya.