Lahan Gunung Telomoyo yang menghijau (foto: dok pri)
Dari 22 mata air, Mukidin bersama masyarakat membaginya berdasarkan azas manfaat. Sumber di Banyu Tarung, Ringin Putih, Delik, Pucung, Kreo 1, Kreo 2, Kreo 3, Puluhan dan Situk digunakan untuk air minum. Sedangkan sumber air Ngampel, Setapruk, Baturan serta Tuk Bugel dimanfaatkan bagi pertanian. Bahkan, menurut warga air juga ada yang dikelola PDAM.
Edukasi yang dilakukan Mukidin akhirnya berbuah manis, ia yang terpilih sebagai kades di tahun 2000 lalu, sempat menduduki jabatannya selama dua periode. Kendati begitu, dirinya tetap konsisten menjaga alam. Masyarakatnya diajarkannya untuk tidak hanya mengambil keuntungan dari alam, namun mereka diberi pembekalan bahwa alam juga harus dirawat.
Undangan dari Istana untuk Mukidin (foto; dok pri)
Atas segala sepak terjangnya itu, Mukidin menerima berbagai penghargaan. Mulai juara II Penggerak Kehutanan di tahun 2006, Kalpataru Jawa Tengah katagori Perintis Lingkungan Hidup tahun 2011, Juara I Konservasi Alam Tingkat Nasional tahun 2012, Juara II Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat tahun 2014, Juara I Program Kampung Iklim tingkat Nasional tahun 2014 dan puluhan penghargaan lainnya. “ Tanggal 17 Agustus 2016 lalu, saya diundang Presiden Joko Widodo untuk mengikuti upacara bendera di Istana,” tukasnya kalem.
Itulah sedikit cerita tentang Mukidin di dunia nyata, bila Mukidi yang hidup di negeri antah berantah saja mampu menghebohkan masyarakat dunia maya, sebaliknya, pria beranak satu ini tetap low profil danbersahaja tersebut, harusnya bisa menginspirasi dunia yang sebenarnya. Di sela kesibukannya mengelola usaha kopi, ia tetap konsisten memberikan edukasi tentang pentingnya menjaga ekosistem alam. Terhadap siapa pun serta di mana pun. Salam lestari! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Humaniora Selengkapnya