Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Antara Negara Gagal, Rasa Malu, dan Buku

31 Januari 2025   07:46 Diperbarui: 31 Januari 2025   07:46 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekarang Indonesia berada dalam keadaan yang sangat rawan. Banyak pemimpin kita yang bisa disogok, bisa dibeli. Akhirnya banyak pemimpin terpilih tidak menjaga kepentingan rakyat, tidak mengamankan kepentingan rakyat, tetapi malah menjual negara kepada pemodal besar---bahkan kadang kepada bangsa lain.

Sepanjang hidup saya, saya sudah keliling ke semua kabupaten di Indonesia. Di tahun 2014 dan 2019 saja, saya berkesempatan berkeliling ke ratusan kota dan kabupaten. Di mana-mana, rakyat mengaku sudah tidak tahan lagi. Terlalu banyak korupsi di Republik Indonesia ini. Banyak proyek dikorupsi, banyak orang disogok. Banyak pemimpin kita mau dibeli dan mau disogok. Akhirnya tidak ada keadilan ekonomi bagi rakyat Indonesia. Tidak ada keadilan politik bagi bangsa Indonesia.

Prabowo benar tentang paradoks Indonesia itu. Salah satu sudut Indonesia yang bermasalah dan belum merdeka itu bernama Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, di Provinsi Banten. Hari ini kita melihat sebagai potensi kegagalan negara melindungi wilayah lautnya dan rakyatnya sendiri. Maka dari itu, TNI AL dikerahkan mencabuti pagar bambu yang ditancapkan oleh "makhluk astral" untuk membuang sial.

Buku Taufiq Ismail

Taufiq Ismail, kita mengenalnya sebagai penyair hebat.  Sewaktu menulis puisi "Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia", ia sempat dikritik karena dianggap "mempermalukan" bangsa sendiri. 

Buku kumpulan seratus puisi karya Taufiq Ismail itu terbit kali pertama 1998, pada masa Indonesia mengalami krisis moneter yang memicu tragedi Mei 1998 dan lengsernya Presiden Soeharto. Buku itu diberi kata pengantar oleh Kuntowijoyo dan isinya menjadi relevan dengan kondisi terkini Indonesia.

Melalui puisi itu terungkap keresahan dan kekecewaan Taufiq Ismail terhadap kondisi bangsa. Taufiq Ismail menggambarkan rasa malu sebagai orang Indonesia karena banyaknya masalah yang terjadi, seperti korupsi yang merajalela, ketimpangan sosial dan ekonomi, kebobrokan moral dan kepemimpinan, serta kemunduran nilai-nilai luhur bangsa.

Saya kutip sepenggal teks puisi Taufiq Ismail di sini:

...

II

Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak--serak 
Hukum tak tegak, doyong berderak--derak 
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak 
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Elysees dan Mesopotamia
Di sela khlayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia

III

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun