Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Antara Negara Gagal, Rasa Malu, dan Buku

31 Januari 2025   07:46 Diperbarui: 31 Januari 2025   07:46 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt, dua orang profesor ilmu politik Harvard, menulis How Democracies Die (2018). Mereka membahas bagaimana demokrasi tidak selalu runtuh melalui kudeta atau revolusi, tetapi sering kali mati secara perlahan dari dalam. Hal itu dapat terjadi ketika para pemimpin yang terpilih secara demokratis mulai melemahkan institusi demokrasi.

Ada banyak fakta sejarah ketika demokrasi runtuh akibat kudeta militer, seperti yang terjadi di banyak negara Amerika Latin atau Afrika. Namun, pada era modern, demokrasi lebih sering mati secara perlahan melalui pemimpin yang terpilih secara sah, tetapi kemudian menggerogoti sistem dari dalam.

Levitsky dan Ziblatt mengidentifikasi empat ciri utama pemimpin yang berpotensi menghancurkan demokrasi:

  • menolak aturan main demokrasi (misalnya, menolak hasil pemilu yang sah);
  • mengelegitimasi lawan politik (menuduh oposisi sebagai musuh negara atau kriminal);
  • mendorong kekerasan politik (mengizinkan atau mendukung tindakan kekerasan terhadap lawan); dan
  • membatasi kebebasan sipil (menekan media, peradilan, atau lawan politik).

Jika seorang pemimpin memiliki satu atau lebih dari ciri-ciri itu, demokrasi berada dalam bahaya. Seorang pemimpin dapat membuat demokrasi sekarat dari dalam melalui cara berikut.

  • melemahkan institusi demokrasi (peradilan, parlemen, dan media dibuat tidak berdaya);
  • mengubah aturan main politik untuk menguntungkan kelompok berkuasa; dan
  • menggunakan krisis sebagai alasan untuk memperluas kekuasaan (misalnya, dengan dalih melawan ancaman nasional).

Levitsky dan Ziblatt menggunakan contoh dari berbagai negara, termasuk Jerman pada era Nazi, Venezuela di bawah Hugo Chvez, Turki di bawah Erdogan, Hongaria di bawah Orban, dan bahkan peringatan tentang kondisi di Amerika Serikat.

Salah satu contoh yang diungakap adalah Donald Trump sebagai ciri pemimpin yang dapat merusakkan demokrasi. Faktanya Trump:

  • menyerang pers dan menyebut media sebagai "musuh rakyat";
  • mencoba melemahkan lembaga hukum dan independensi peradilan; dan
  • mendukung teori konspirasi dan menolak hasil pemilu.

Namun, Trump justru kembali karena terpilih secara demokratis untuk memimpin Amerika Serikat. Seperti yang sudah disampaikan, ia mengeluarkan perintah eksekutif mencengangkan. 

Tidak usah jauh-jauh dulu menimbang apa yang bakal terjadi di AS. Bagaimana dengan di Indonesia? Jika Levitsky dan Ziblatt merevisi bukunya yang terbit 2018, mungkin Indonesia bakal masuk sebagai contoh negara yang mengalami kematian pelan-pelan demokrasi.

Buku ini pernah viral karena Anies Baswedan mengunggah foto dirinya sedang membaca karya Levitsky dan Ziblatt tersebut. Bolehlah itu dianggap semiotika tentang apa yang dipikirkannya soal demokrasi di Indonesia.

Buku Prabowo

Indikasi-indikasi dari tiga buku yang telah dibahas sebelumnya ibarat sebuah paradoks dari bangsa yang besar bernama Indonesia. Tidaklah kita lupa pada apa yang dituliskan oleh Prabowo dalam bukunya bertajuk Paradoks Indonesia dan Solusinya (2022). Hanya 1% orang Indonesia yang menikmati kemerdekaan.

Pada halaman 106 di subbab Demokrasi Kita Dikuasai Pemodal, Prabowo menulis begini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun