Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menolak Sertifikasi Penulis Buku Anak

30 Desember 2023   09:12 Diperbarui: 30 Desember 2023   12:38 2847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: iStockphoto/Jacob Ammentorp Lund via KOMPAS.com

Beberapa asosiasi profesi menjadikan sertifikasi sebagai pendapatan untuk menjalankan roda organisasi. Maka berkembanglah istilah bisnis sertifikasi. Sekali lagi, sertifikasi hanya akan terjadi jika ada SKKNI/SKKK, skema sertifikasi, dan LSP. Sebagai lembaga bisnis, LSP P-3 akan sangat berhitung dengan potensi sertifikasi di masyarakat profesi. Hukum supply and demand berlaku.

Misal saja dengan isu dan perkembangan yang ada, penulis buku anak menolak sertifikasi maka LSP mungkin tidak akan mengajukan skema penulis buku anak bergambar atau penulis novel anak. Ya, buat apa diajukan jika tidak ada peminatnya. Tapi, ternyata di samping yang menolak ada pula yang memerlukannya, seperti mahasiswa yang saya sebutkan tadi. Itu mengapa saya sekali lagi menegaskan sertifkasi itu pilihan bagi yang berkepentingan. 

Pas ada yang bertanya apakah Paberland sebagai perkumpulan penulis buku anak dapat mendirikan LSP? Tentu saja dengan mengikuti proses pendiriannya di BNSP. Hanya tentu pula pengurus dan warganya harus setuju.

Memang ada sertifikasi yang bukan bisnis? Ada, contoh konkret UKBI yang diselenggarakan Badan Bahasa. Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia itu berbayar juga, tetapi murah dan ada juga yang gratis. Uji dilakukan dengan materi uji standar yang diproses melalui sistem komputer. Bahkan, UKBI adaptif sudah menggunakan AI. 

Contoh lain, sertifikasi kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga, sering disebut LSP pihak kedua atau P-2.  Seperti saya sebut sebelumnya LSP Kebudayaan milik Direktorat Kebudayaan menyelenggarakan sertifikasi kompetensi gratis karena menggunakan dana pemerintah. Demikian pula LSP Penyuluh Antikorupsi milik KPK. Jadi, yang bukan berorientasi bisnis adalah LSP P-1 yang dikelola SMK/perguruan tinggi dan LSP P-2 yang dikelola lembaga pemerintah atau perusahaan untuk kepentingan internal.

Banyak yang berkeberatan sertifikasi karena berbayar atau karena biayanya mahal. Wajar sekali keberatan ini. Sertifikasi guru dan sertifikasi dosen juga berbayar. Ini juga yang dipertanyakan dengan membandingkan sertifikasi guru/dosen yang seumur hidup dengan sertifikasi kompetensi dari BNSP yang berlimitasi. Biarlah yang menjawab soal ini pihak yang berwenang saja.

Baiklah jika terasa memberatkan maka biarkan pemerintah yang membiayai Anda untuk ikut sertifikasi karena program ini dari pemerintah. Namun, yang namanya subsidi pemerintah itu terbatas. Alhasil, ada yang kebagian subsidi dan ada yang tidak. 

Di BNSP sendiri ada program subsidi sertifikasi yang bernama Pelaksanaan Sertifikat Kompetensi Kerja (PSKK) setiap tahun. Masalahnya tiap tahun jumlah subsidinya berkurang, apalagi saat pandemi terjadi. Begitu pula Pusbuk selama dua tahun terakhir menyelenggarakan sertifikasi bersubsidi untuk para penulis buku nonfiksi dan editor.

***

Ini saja yang hendak saya sampaikan menjelang adanya undangan bulan Januari 2024 dari FLP Jakarta untuk membahas soal sertifikasi penulis ini juga, terutama terkait dengan penulis fiksi dalam wilayah sastra. Saya awalnya sangat berhati-hati sekali ketika diminta mengomandoi penyusunan RSKKNI pelaku perbukuan ini, khususnya untuk membuat unit kompetensi bagi penulis fiksi (buku anak dan novel). Namun, sebagai kompetensi yang diajarkan di Fakultas Sastra/Fakultas Ilmu Budaya atau mungkin juga di Fakultas Ilmu Komunikasi, ia patut  disusun sebagai standar kompetensi.

Argumentasi saya dalam tulisan ini adalah pandangan pribadi sebagai penggagas dan pelaku sertifikasi kompetensi bidang penerbitan buku. Pandangan ini tidak mewakili siapa pun, termasuk Pusat Perbukuan atau lembaga lainnya. Mungkin hal ini tetap akan menjadi polemik sehingga selayaknya antara yang tidak setuju dan setuju sertifikasi penulis buku anak itu dapat saling menghormati dan tak perlu berseteru. Mari teruskan Ngopi pagi, siang, sore, dan malam itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun