Dengan kekhasan atau keunikan tersebut, ISBN digunakan dalam rantai pasok industri perbukuan oleh penerbit, distributor buku, toko buku, perpustakaan, terutama dalam pemesanan, pencatatan, dan pengendalian stok. Bahkan, ISBN dapat digunakan untuk mengidentifikasi negara/bahasa, penerbit, judul buku, dan format buku.
Selain kegunaan untuk bisnis perbukuan, ISBN sebenarnya dapat digunakan sebagai data induk penelitian. Hal ini pula yang telah dimulai oleh Perpusnas dalam studi produksi judul buku di Indonesia tahun 2021. Melalui pendaftaran keanggotaan ISBN internasional. Perpusnas dapat mengidentifikasi penerbit, jumlah buku terbit, jenis buku terbit, bahkan aktivitas penerbit.
Kini ada 150 agensi ISBN yang tersebar di dunia mengelola pengajuan ISBN dari penerbit di 200 negara dan teritorial. Di Indonesia agensi resmi ISBN adalah PNRI. Sebagai agensi, tentu PNRI tunduk pada aturan ISBN internasional. PNRI telah memulai penggunaan ISBN sejak tahun 1985.Â
ISBN dalam UU Sistem Perbukuan
ISBN sejatinya hanya pengenal, tidak terkait dengan perlindungan hak cipta. Di dalam UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, ISBN telah menjadi kewajiban dalam penerbitan buku. Namun, kewajiban dalam Pasal 30 butir f ini sangat berhubungan dengan butir-butir sebelumnya. Artinya, buku ber-ISBN memang menjadi produk komersial.
Pasal 30
Penerbit berkewajiban:
a. memiliki izin usaha penerbitan;
b. memberikan imbalan jasa atas Naskah Buku yang diterbitkan  kepada pemegang hak cipta;
c. memberikan data dan informasi penjualan Buku yang akurat, terkini, dan periodik kepada pemegang hak cipta;
d. mencantumkan harga pada belakang kover Buku;
e. mencantumkan peruntukan Buku sesuai dengan jenjang usia pembaca; dan
f. mencantumkan angka standar buku internasional.
Pengaju ISBN adalah penerbit yang juga telah memiliki legalitas sebagai penerbit buku (bukan pencetak/percetakan). Beberapa negara mengatur legalitas penerbit. Hal ini pula yang sedang digodok oleh Pusat Perbukuan dengan rencana melakukan akreditasi penerbit. PP Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan memang mengamanatkan soal akreditasi penerbitan dan sertifikasi profesi pelaku perbukuan.
Lonjakan Produksi Judul yang Tidak Wajar
Tahun 2015 saya dengan tim di Ikapi membuat laporan riset produksi judul buku di Indonesia. Berdasarkan data ISBN maka ditarik kesimpulan rata-rata buku terbit di Indonesia adalah 30 judul per tahun. Namun, data ini sepertinya sudah tidak berlaku lagi. Â Tahun 2020 saat pandemi mulai melanda, buku yang diberi ISBN mencapai 144.793 judul, sedangkan tahun 2021 mencapai 63.398 judul.
Lonjakan ini dianggap tidak wajar oleh International ISBN Agency karena sangat banyak. Jangan-jangan memang ada kekeliruan pemberian nomor.
Sebenarnya angka di atas 100 ribu judul buku yang dihasilkan masyarakat Indonesia itu, termasuk lembaga pemerintah dan lembaga pendidikan, wajar-wajar saja. Namun, dari angka itu ditengarai ada publikasi yang sebenarnya tidak relevan diberi ISBN.
Buku apa saja yang relevan diberi nomor ISBN? Berikut ketentuan umumnya.
- Buku yang memenuhi ciri sebagai buku, terutama ditinjau dari anatomi buku.
- Buku yang dipublikasikan secara luas (dicetak secara massal), bukan hanya untuk kalangan sendiri/internal..
- Buku yang dapat diperoleh dan diakses secara luas, baik berbayar maupun gratis.
- Buku yang memerlukan identifikasi dalam rantai pasok industri buku, terutama kegiatan komersial.
Jadi, sebuah buku tidak relevan diberi nomor ISBN jika nomor itu sama sekali tidak digunakan untuk kegiatan identifikasi atau  distribusi dan penjualan buku. Paling sederhana pernahkah Anda memesan buku dengan menggunakan ISBN? Pernahkah penerbit mengelola stok memanfaatkan nomor ISBN?
Berikut ini kategori publikasi yang teridentifikasi tidak relevan diberi ISBN:
- laporan tahunan yang diterbitkan untuk kalangan internal lembaga/perusahaan, tidak berbentuk buku;
- laporan kinerja yang diterbitkan untuk kalangan internal lembaga/perusahaan, tidak berbentuk buku;
- buklet/brosur untuk promosi atau panduan kegiatan seperti pameran dan pertunjukan;
- direktori untuk kepentingan internal;
- katalog promosi produk dan jasa;
- skripsi, tesis, disertasi yang dibukukan tanpa konversi sehingga mirip dengan bentuk aslinya;
- prosiding (kumpulan makalah seminar) yang bukan termasuk jenis buku (lebih tepat dalam jenis publikasi berkala);
- buku ajar atau modul yang digunakan dan diterbitkan hanya untuk kalangan sendiri;
- buku panduan/pedoman yang digunakan dan diterbitkan hanya untuk kalangan sendiri;
- karya tulis siswa atau mahasiswa yang diterbitkan untuk kalangan sendiri (lingkungan lembaga pendidikan);
- laporan hasil KKN, praktik kerja, atau sejenisnya yang sama sekali tidak mencirikan sebuah buku dan bersifat internal;
- antologi (kumpulan artikel, karya sastra) yang diterbitkan hanya untuk para penulis antologi itu sendiri dan dicetak terbatas;
- buku ilmiah yang diterbitkan dengan tiras terbatas hanya untuk kepentingan pengajuan kenaikan pangkat;
- bunga rampai (termasuk kategori book chapter) yang diterbitkan dengan tiras terbatas untuk kalangan sendiri;
- makalah kebijakan, ringkasan kebijakan, kajian kebijakan, dan sejenisnya yang tidak mencerminkan bentuk buku dan digunakan untuk kalangan sendiri; dan
- biografi, autobiografi, memoar yang tidak dijual dan hanya untuk dipublikasikan secara terbatas.