International Standard Book Number (ISBN) memang sedang keruh. Keruh oleh keluh beberapa penerbit. Pasalnya, lembaga pengelola ISBN di Indonesia, Perpustakaan Nasional RI (PNRI) sedang membatasi pengajuan ISBN. Bukan tanpa alasan karena International ISBN Agency yang berpusat di London telah memberikan peringatan tentang ketidakwajaran pengajuan ISBN di Indonesia.
Masalahnya terlalu banyak publikasi yang disebut buku sebenarnya bukan termasuk buku. Kedua, banyak publikasi berupa buku yang sebenarnya tidak relevan diberi ISBN.Â
Tiga belas digit angka di ISBN itu bermakna dalam rantai pasok industri buku. Namun, ISBN tidak ada hubungannya dengan mutu, prestise, dan pengakuan internasional. Soal mutu mungkin dapat memengaruhi manakala syarat ISBN dihubungkan dengan kelayakan terbit sebuah buku. Masalahnya, di Indonesia produksi judul buku bertambah drastis yang sebagian besar abai terhadap mutu.Â
Pertumbuhan penerbit baru, kencang sekali menandakan semakin mudahnya seseorang atau sekelompok orang mendirikan penerbit. Pertumbuhan ini sering dikaitkan dengan gairah literasi. Namun, literasi pun sering dimaknai secara dangkal sekadar maraknya penulisan dan penerbitan buku---meskipun ternyata para penulis dan pendiri penerbit itu bukan orang-orang yang suka membaca buku, apalagi mencintai buku. Mereka hanya melihat peluang bisnis atau tujuan pragmatis seperti angka kredit dan prestise sudah menulis buku.
Memang alangkah lucunya negeri ini. Ada penulis buku yang tidak suka membaca buku, sukanya menyalin tempel tulisan orang lain dari internet. Ada penulis yang enggan membeli buku, tetapi ia asyik mempromosikan bukunya di media sosial agar dibeli orang. Ini yang saya sebut keganjilan literasi.Â
Maka dari itu, muncullah persepsi keliru soal ISBN. Di antara kita bertelingkah soal ISBN ketika PNRI membuat pembatasan ISBN.
Latar Sejarah ISBN
Latar sejarah penting untuk memahami hakikat ISBN. ISBN ternyata usianya setua saya karena digunakan kali pertama tahun 1972. ISBN awalnya diciptakan oleh seorang distributor dan pemilik toko buku bernama W.H. Smith. Smith ingin beralih ke sistem komputer untuk mengelola stok maka ia mulai menciptakan ISBN pada pertengahan tahun 1960-an.
ISBN mengandung lima elemen inti: (1) nomor prefiks tiga digit yang biasa diwakili nomor 978 atau 979; (2) identitas negara, area geografis, dan bahasa yang mengikuti sistem ISBN; (3) identitas penerbit atau imprint-nya dengan digit maksimal tujuh; (4) identitas spesifik format buku atau judul buku dengan digit maksimal enam; (5) digit pengontrol yang menggunakan rumus matematis sebanyak satu digit.
Untuk apa sebenarnya ISBN? Sederhananya ia digunakan untuk mengidentifikasi buku secara khas. Bayangkan berapa banyak buku di dunia ini yang judulnya mirip. ISBN membantu identifikasi buku secara tepat karena menggunakan rumus angka-angka yang dapat "dibaca" oleh komputer.
ISBN dikhususkan untuk mengidentifikasi buku, bukan media berkala—media berkala menggunakan ISSN. Buku juga ketika bentuknya berbeda seperti kover lunak dan kover keras, ISBN-nya terpisah. Begitu juga buku kertas dan buku elektronik meskipun sama-sama buku, ISBN-nya berbeda
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!