Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Antibingung Soal Buku Akademis dan Angka Kredit Dosen

30 April 2020   11:34 Diperbarui: 1 Mei 2020   11:06 2782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pedoman Publikasi Ilmiah Dikti 2017 telah merumuskan terminologi antara buku ajar dan modul. Mari cermati.

Definisi 1 Buku Ajar (Pedoman Publikasi Ilmiah Dikti 2017):

Buku ajar atau buku teks (textbook) merupakan manual untuk pengajaran dalam suatu cabang ilmu sebagai pegangan untuk suatu mata kuliah dan sarana pengantar ilmu pengetahuan. Buku ajar dibuat dengan bahasa yang mudah dimengeti oleh mahasiswa dengan banyak ilustrasi untuk memperjelas konsep, biasanya tersedia soal latihan dan penugasan. 

Umumnya buku ajar berwujud cetakan tetapi sekarang ini semakin banyak yang berupa e-book dalam format PDF, sistem tutor daring, dan bahkan kuliah lewat video. Buku ajar ditulis dan disusun oleh pakar di bidangnya dan memenuhi kaidah buku teks serta diterbitkan secara resmi dan disebarluaskan.

Definisi 2 Modul (Pedoman Publikasi Ilmiah Dikti 2017):

Modul adalah bagian dari bahan ajar untuk suatu mata kuliah yang ditulis oleh dosen mata kuliah tersebut, mengikuti kaidah tulisan ilmiah dan disebarluaskan kepada peserta kuliah. Modul biasanya disusun lebih ringkas dan secara tampilan kurang professional karena tidak diterbitkan oleh penerbit buku, melainkan hanya oleh penulis atau penerbit kampus dan tanpa melalui proses penyuntingan.

Definisi buku ajar dapat berterima, tetapi definisi modul agaknya tidak sesuai dengan fakta sesungguhnya. Menurut saya, definisi modul dalam pedoman ini malah lebih tepat ditujukan pada diktat. 

Jadi, adanya kalimat bahwa modul biasanya disusun lebih ringkas dan secara tampilan kurang profesional karena tidak diterbitkan oleh penerbit buku, sungguhlah aneh. Apalagi, disebutkan tanpa proses penyuntingan. Bagaimana boleh sebuah bahan ajar digunakan tanpa penyuntingan?

Tentu saja ini bertentangan dengan apa yang sudah diterbitkan UT melalui lembaga penerbitan bernama P2M2 UT (Pusat Pengembangan Multimedia) berupa buku modul. 

Saya sendiri pernah memberikan pelatihan penulisan dan penyuntingan buku untuk tim P2M2 UT serta mendampingi penyusunan buku gaya selingkung penerbitan di P2M2 UT.

Jika demikian definisinya, mengapa modul digolongkan sebagai buku di dalam pedoman tersebut? Ini pula yang sempat menjadi pertanyaan pada saat saya terlibat di dalam penyusunan draf PP Nomor 75/2019. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun