Di dalam UU Nomor 3/2017 tentang Sistem Perbukuan dan PP Nomor 75/2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 3/2017 juga disinggung soal buku di dalam pendidikan tinggi yang terdiri atas buku teks dan buku nonteks (di luar buku ajar/buku teks). Pada Pasal 5 Ayat (2) PP Nomor 75/2019 disebutkan sebagai berikut:
Pemerintah Pusat dan/ atau perguruan tinggi mendorong ketersediaan Buku teks untuk pendidikan tinggi yang bermutu, murah, dan merata melalui:
a. pembentukan lembaga Penerbitan perguruan tinggi;
b. peningkatan kompetensi dosen untuk menulis Buku; dan
c. penerjemahan dan penyaduran Buku untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Apa saja buku pendidikan tinggi itu yang termasuk klaster buku akademis (academic book)? Saya kutip uraian dari Pedoman Publikasi Ilmiah Dikti 2017:
Buku yang termasuk buku pendidikan tinggi, yaitu (1) buku referensi (refererence book), (2) monografi (monograph), (3) buku ajar/buku teks (textbook), dan (4) modul. Satu buku lagi yang disebutkan merupakan kumpulan karya tulis, baik dalam bentuk bab (chapter) maupun bentuk artikel adalah bunga rampai.
Semua jenis buku yang disebutkan diganjar dengan angka kredit. Nilai angka kredit per buku berdasarkan pedoman penilaian angka kredit dosen seperti berikut ini:
- buku ajar/buku teks nilainya 20;
- modul (termasuk beberapa bahan pengajaran lainnya, seperti diktat) nilainya 5;
- buku referensi nilainya 40;
- monografi nilainya 20; dan
- bunga rampai yang diterbikan secara internasional 15 dan nasional 10.
Jadi, ada dua kelompok buku. Pertama, kelompok buku yang termasuk kategori penilaian pelaksanaan pengajaran yaitu buku ajar dan modul. Kedua, kelompok buku yang termasuk kategori penilaian pelaksanaan penelitian, yaitu buku referensi, monografi, dan bunga rampai.
Mengurai Kebingungan Buku untuk Pelaksanaan Pengajaran
Timbul pertanyaan pertama: Mengapa buku ajar nilainya lebih tinggi daripada modul? Pada kasus ini saya mulai menemukan ketikdaksinkronan terminologi buku antara dua pedoman yang tadi disebutkan.
Buku ajar dan modul adalah sama-sama bahan ajar/pengajaran primer dengan dua fungsi yang berbeda. Buku ajar digunakan dalam konteks kuliah tatap muka dengan keterlibatan dosen yang signifikan. Adapun modul disebut bahan ajar mandiri dengan keterlibatan dosen yang minim.
Modul lebih tepat digunakan dalam pembelajaran jarak jauh seperti halnya dilakukan Universitas Terbuka. Pelengkap dari modul adalah tutorial, baik tutorial dalam bentuk audio maupun audio-video.
Secara bobot materi dan penyajian, baik buku ajar maupun modul tidak ada bedanya. Jadi, tingkat kesulitannya pun sama. Maka dari itu, buku ajar dan modul sama-sama diakui sebagai buku yang ber-ISBN. Jika pun mau dibuat pembeda angka kredit, semestinya tidak terlalu jauh antara buku ajar dan modul.
Hal ini sangat berbeda dengan diktat yang disusun dosen dengan penyajian anatomi berbeda dari buku. Diktat tidak dapat didaftarkan ISBN karena tidak diterbitkan secara resmi dan bukan termasuk buku. Walaupun demikian, sebuah diktat dapat dikonversi menjadi buku ajar dengan memenuhi syarat anatomi buku serta standar, kaidah, dan kode etik penulisan buku.