***
Mengapa baru sekarang? Jawaban taktisnya: Ya lebih baik sekarang, daripada tidak sama sekali. Para pendekar bahasa mungkin sudah muak melihat aneka pelanggaran berbahasa Indonesia yang dilakukan oleh berbagai kalangan, termasuk pemerintah sendiri dalam forum resmi.Â
Kalau mau jujur, mari lihat situs-situs web pemerintah. Apa yang namanya kekacauan berbahasa Indonesia rutin terjadi.
Hal ini juga dapat membuktikan kegagalan pendidikan bahasa Indonesia sehingga orang berbahasa memang terkesan seenak perutnya, padahal mungkin hanya itu yang dia ketahui.Â
Bayangkan sekelas doktor juga masih ada yang tidak dapat membedakan penggunaan di sebagai kata depan atau di- sebagai awalan. Mana yang disatukan penulisannya dan mana yang dipisah menjadi salah kaprah.
***
Tugas badan yang baru resmi berganti nama alhasil semakin penting yaitu Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan. Muruah bahasa Indonesia harus dijaga. Lembaga pemerintah, termasuk para pejabatnya, yang tidak menggunakan bahasa Indonesia dengan benar dalam forum resmi, haruslah disemprit.Â
Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) sebagai perangkat tes berbahasa Indonesia mungkin sudah layak diwajibkan bagi ASN. Dengan demikian, akan diketahui kemampuan berbahasa Indonesia kita yang boleh jadi sebagian besar sangat rendah.
Saya ingat betul dulu dalam sebuah buku, Pak Jus Badudu menyangkal bahwa penggunaan bahasa baku menyebabkan tulisan menjadi kaku. Memang asumsi demikian itu keliru.Â
Bahasa yang benar atau bahasa baku juga dapat disajikan secara populer atau kreatif dengan penguasaan diksi dan penguasaan tata kalimat. Adapun perkara kata-kata baku atau bentuk baku sama sekali tidak menyebabkan kekakuan berbahasa.Â
Berbeda halnya dengan penggunaan bahasa yang baik, terutama dalam ragam cakapan. Tentulah kita tidak dapat menggunakan bahasa yang benar (baku) dalam konteks berbelanja di pasar atau mengobrol dengan keluarga.