Mohon tunggu...
Bambang Syairudin
Bambang Syairudin Mohon Tunggu... Dosen - (Belajar Mendengarkan Pembacaan Puisi) yang Dibacakan tanpa Kudu Berapi-Api tanpa Kudu Memeras Hati

========================================== Bambang Syairudin (Bams), Dosen ITS ========================================== Kilas Balik 2023, Alhamdulillah PERINGKAT #1 dari ±4,7 Juta Akun Kompasiana ==========================================

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Dilema Cahaya

13 Mei 2021   06:00 Diperbarui: 13 Mei 2021   06:02 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak Tua merasakan akan kepastian nasibnya yang sebentar lagi akan tersuruk kedalam kegelapan dan kesenyapan abadi. Gedoran–gedoran bangku dari tangan kawan-kawan So yang sedang mengobrak-abrik sekelilingnya telah membuat degup jantungnya bertambah cepat dan semakin bertambah cepat! So berdiri terpaku sekaligus terharu menyaksikan pemandangan di depannya. So, tidak bisa berbuat apaapa seolah tangan dan kakinya terpasung dalam lubang kayu besar. So tidak bisa berbuat apa-apa hanya memandang bengong begitu saja persis ketika kawan-kawan So beramai-ramai menyerbu, memukul, mencakar, menjambak, dan mencekik Pak Tua, hingga ambruk tak berbentuk!.

Kawan-kawan So hanya diam, menunduk, barangkali didalam pikirannya ada pemandangan pasar, dimana Pak Tua sebagai korban dan mereka sebagai pelaku atau saksi. Sedangkan sidang pengadilan tengah berlangsung dalam batinnya masing-masing

mencari siapa dan siapa yang salah.

Istri Pak Tua kembali menangkupkan kedua belah tangannya ke wajahnya; lalu kulihat lagi airmata itu merembes keluar dari jari-jarinya, mengalir, dan menggenang di kedua sikunya, kemudian airmata itu jatuh satu-satu ke lantai.

Tak ada suara lagi yang dapat aku dengar dari mulut mereka. Tak ada gerakan lagi yang dapat aku saksikan dari tangan-tangan mereka seperti saat mereka berada di dalam pasar. Di dalam ruangan ini tak ada permainan yang bisa disebut sebagai keributan-keributan yang menggiurkan bagi mereka seperti yang ada di dalam pasar.

Permainan satu-satunya yang ada adalah keributan yang saat ini sedang berkecamuk di

dalam batinnya. Lain dari itu, tidak ada.

Sekarang, Pak Tua sudah melepas nafas terakhirnya. Seorang petugas kebersihan pasar yang telah mengabdi selama tidak kurang dari tiga puluh dua tahun, meninggalkan seorang istri, dan beberapa pertanyaan.

(Surabaya, 13 Mei 2021).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun