Kalung mutiara itu sangat bagus. Elegan, berkelas dan tentu saja harganya sangat mahal. Seperempat uang tabungan di dalam tas Arni tidak cukup untuk membeli kalung itu.
"Bagaimana, Mbak?"
"Ehm, maaf. Mungkin lain kali, ya!" ucap Arni sambil bergegas pergi diiringi tatapan heran Mbak karyawan toko.
Arni lelah dan memutuskan singgah di court food. Mungkin sebotol soft drink bisa melegakan hatinya.
ponsel Arni berbunyi dan sebuah pesan masuk.
Kamu lagi di mana? Ibu sudah siap menunggumu
Setengah malas Arni mengetik pesan balasan
Aku masih di Mall. Tapi aku pasti datang
Sambil menyeruput soft drinknya, pikiran Arni menerawang. Sejujurnya, ia tidak tahu bagaimana barang kelas, mewah dan elegan. Sejak kecil ia terbiasa hidup sederhana. Tidak ada barang mewah di rumah. Bahkan televisi 14 inci pun harus dijual untuk membayar utang.
Arni kecil terbiasa dengan barang kelas bawah dan tiruan yang dijamin harganya lebih terjangkau. Segalanya serba dibatasi dan ditakar. Nasi cukup seentong dengan lauk telur dadar tipis yang harus dibagi 6 orang. Kalau masih lapar, cukup minum air putih yang banyak, sampai perut kenyang.
Beruntung Arni punya semangat membara dan otak encer. Walau kehidupan serba pas-pasan, ia semangat belajar dan akhirnya terus mendapat bea siswa sampai SMU.