"Haah mereka mau kamu jadiin sahabat saja? Ini bener-bener aneh bin langka, Non! Biasanya, kalau cintanya gak sampai, yang tersisa cuma kecewa berat, bahkan benci."
"Awalnya mungkin kecewa juga. Tapi faktanya kan mereka semua hadir? Itu tanda, bahwa mereka adalah cowok-cowok yang sudah dewasa."
Lalu tanpa tedeng aling-aling lagi, Nina meminta tolong Cintya untuk memperkenalkannya dengan para cowok tersebut. Mumpung saat ini dirinya sedang kosong, alias bebas pacar. Siapa tahu salah satu dari mereka nantinya bisa berjodoh dengannya, pikirnya. Cintya pun siap membantunya.
Bersamaan dengan itu, ada panggilan telepon masuk ke hape Cintya. Ternyata dari Dini, teman segerejanya. Yang lusa kemarin juga diundang dan hadir dalam acara syukuran kecilnya. Maka langsung saja Dini menyampaikan tujuannya menelepon.
Kalau memang Cintya tak bisa menerima salah satu dari ketiga cowok yang menaksirnya, dirinya siap menerimanya. Tapi Cintya dimintanya menjadi fasilitatornya. Artinya, keinginannya sama seperti keinginan Nina, meski diungkapkan dengan bahasa dan gaya yang berbeda.
"Oke, nanti kukenalin! Nanti kita atur waktu dan tekniknya. Tapi maaf, sekarang ditutup dulu ya? Soalnya aku lagi ada tamu...."
"Rupanya ada yang ngikutin jejakku ya?" sela Nina sambil mesem.
"Bener! Para princess ini lagi pada mendaulatku untuk carikan pangerannya."
"Gak apa-apa, jadi matchmaker itu pahalanya gede lho, Non!" timpal Nina.
Sejurus kemudian ada kekurangpahaman yang menyelinap ke benak Nina. Ia tiba-tiba berpikir tentang Cintya. Kenapa temannya itu tidak mau menerima cintanya Andy atau Bagus atau Peter? Padahal mereka semua adalah pemuda yang seiman, cukup cerdas dan ber-attitude baik. Rata-rata ganteng lagi.
Apa dia belum yakin betul akan kesungguhan cinta mereka? Apa kedua ortunya tidak mau memberikan approval-nya? Atau apa Tya sudah menjatuhkan pilihannya ke lain hati? Kalau sudah, siapakah pemuda yang beruntung itu?