Suara dering ponselnya yang masuk tiba-tiba itu, menghentikan Andre dari pengembaraan pikirannya. Ternyata telepon dari Mira. Mira adalah seorang gadis molek yang umurnya sepantaran dengannya. Yang baru saja dikenalnya 3 minggu lalu di RS Jantung dan Pembuluh Darah, di ibukota. Saat itu, Mira sedang membesuk bosnya yang juga tengah dirawat di sana.
"Halo, Bung Andre! Selamat siang! Aku Mira!"
"Ya, halo Mira! Apa kabarmu?"
Maka terlibatlah mereka dalam pembicaraan khas anak muda milenial. Asyik, seru, kocak dan kadang nakal. Tapi intinya, Mira menawarinya untuk menjadi asistennya. Kerjanya cuma mengantarnya saja. Itu pun paling hanya dua atau tiga kali saja dalam seminggunya. Jadi Andre masih punya banyak waktu untuk menulis sepuasnya.
Dan kalau mau, pada waktunya ia akan diajak buka usaha di bidang penerbitan. Jadi sangat berkaitan dengan dunia tulis menulis. Atau mau usaha yang lain, gadis cantik yang tampaknya anak dari keluarga berada itu, siap menjadi penyandang modalnya.
"Terima kasih banyak atas tawaranmu, Mir! Tapi beri aku waktu barang seminggu untuk mempertimbangkannya."
***
Lima bulan sudah, Andreas Wiguna menjadi warga baru ibukota. Ia tinggal di sebuah rumah kost kelas menengah, lengkap dengan segala perabotannya. Suatu tempat yang lumayan nyaman untuk seorang bujangan. Ditambah dengan dapat jatah sarapan dan makan malam yang bervariasi dan bergizi. Plus dilengkapi dengan sebuah motor baru. Semua fasilitas itu disediakan Mira untuknya. Gaji bersihnya sebesar tiga kali lipat UMR daerah ibukota.
"Maaf Mira, kenapa kamu kok baik hati sekali padaku. Padahal kerjaku cuma mengantar dan menemanimu nonton film dan makan malam di luar. Rasanya tak sebanding banget dengan yang kuterima darimu."
"Aku kan hanya menabur kebaikan yang kecil saja pada Bung Andre...."
"Ya, tapi kenapa pilihannya kok aku. Padahal waktu itu, kan kita baru saja kenal?"