"Kalau Sinta mau, dan ortunya juga setuju, ane siap...!" jawab penulis muda itu antusias.
***Â
Sudah sebulan penuh dari peristiwa itu, tetapi Andre belum dengar kabar apa pun tentang Sinta. Sudah belasan kali ia mencoba menelponnya. Tapi selalu tak bisa akses. Mungkin saja, Sinta sudah mengganti nomor ponselnya.
"Yang jelas, sampai sekarang, Sinta pasti masih sangat sedih." Pikirnya.
Untuk melupakan semua hal yang merundung pikirannya, Andre makin menenggelamkan diri dalam kegiatan menulisnya. Bahkan ia menambah durasinya dengan passion yang berkobar-kobar. Hasilnya positif banget. Sebuah novel pendek telah dirampungkannya. Dan siap dikirim ke sebuah penerbit.
***
Perjalanan hidup seseorang memang sering tak seiring dengan ekspektasinya. Roda kehidupan kadang berputar sangat unpredictable. Di saat si penulis muda itu sedang on fire dalam berkarya, tiba-tiba bunda tercintanya terkena serangan jantung yang cukup serius. Mau tidak mau, Andre harus pulang kampung. Ia harus menemani ibunya yang sedang dirawat inap di sebuah rumah sakit.
Setelah dua bulan kondisi bundanya tak ada perkembangan yang berarti. Masih turun naik, dan malah beberapa kali mengalami drop yang mengkhawatirkan. Atas saran beberapa pihak, Andre akhirnya membawa ibu tercintanya ke sebuah rumkit khusus jantung di ibukota. Konsekuensinya, sang sastrawan muda itu, tak mampu menulis lagi. Karena ia harus fokus menjaga penuh ibunya. Dalam kondisi itu, otaknya terasa mampat. Ide menulisnya pun jadi tersumbat. Konsekuensinya lagi, tabungannya kian menipis. Tokh ujungnya, nyawa bunda tercintanya pun tak bisa diselamatkan lagi.
***
Sepeninggal bundanya pergi ke akhirat, Andre mengalami disorientasi yang akut. Ia limbung!
"Untuk apa aku berjuang keras selama ini? Ketika baru saja aku mau terbang untuk menggapai cita-citaku, beliau sudah pergi. Ketika aku masih berdarah-darah wujudkan mimpiku, ibu sudah sedo. Aku belum bisa membanggakannya! Maafkan aku, Embok!" itulah teriakan keras Andre yang hanya menggaung pada dirinya sendiri......